Mohon tunggu...
Saepulloh
Saepulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Aku adalah naturlijk person yang lahir sehari sebelum hari guru internasional, setahun setelah tragedi semanggi 2.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mekanisme Pertanggungjawaban Presiden Pasca Amandemen UUD 1945 : Quo Vadis?

12 April 2023   03:08 Diperbarui: 12 April 2023   13:43 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertanggungjawaban moral ini berkaitan dengan sumpah Presiden sekarang berangkat kepada pembahasan pertanggungjawaban presiden setelah amandemen UUD 1945. Dalam pasal 6A ayat (1) UUD 1945 setelah di amandemen dirumuskan bahwa "Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat". Mengenai pertanggungjawaban Presiden, Simorangkir dalam bukunya Tengang dan sekitar Undang-Undang Dasar menyatakan : "apakah pengertian pemilihan dan pengangkatan Presiden/Kepala Negara oleh MPR tidak berarti adanya pertanggungjawaban ? jawabannya pasti tidak mungkin mengingkari adanya pertanggungjawaban". Dari sini dapat diartikan bahwa konsekuensi logis pertanggungjawaban Presiden adalah kepada rakyat selaku yang memilih Presiden secara langsung.

Jika berbicara dalam konteks dipilih langsung oleh rakyat, dan pertanggungjawaban tersebut harus tetap ada. Namun hari ini menurut penulis pertanggungjawaban tersebut suatu pertanggungjawaban dalam arti sempit, yang artinya tidak mempunyai sanksi berupa pemberhentian di tengah masa jabatan ataupun bentuk forum evaluatif tethadap presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Dalam pasal 7 UUD 1945 setelah di amandemen dirumuskan bahwa Presiden dan Wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan". Dari ketentuan di atas maka pertanggungjawaban Presiden kepada rakyat terjadi pada waktu Presiden mencalonkan diri lagi untuk masa jabatan yang kedua. Kalau memang dia tidak terpilih lagi, berarti pertanggungjawabannya tidak diterima dan hanya sebatas itu.

Pasca amandemen, menurut penulis kedudukan Presiden  menjadi kuat, dalam artian bahwa Presiden tidak dapat dijatuhkan di tengah masa jabatannya akibat kebiiakan-kebijakan yang diambil. Hal ini di satu sisi menjamin terciptanya suatu kestabilan roda pemerintahan, namun di lain sisi akan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan Presiden dalam mengambil kebijakan yang dapat merugikan rakyat. Oleh sebab itu untuk mencegah hal tersebut di atas, diperlukan adanya tanggungjawab moral. Meskipun tanggungjawab moral itu sifatnya suka rela dan tidak mempunyai sanksi yang dapat menjatuhkan Presiden dari jabatannya, menurut penulis tanggungjawab moral ini adalah satu-satunya pranata yang mampu mencegah Presiden berbuat sewenang-wenang dalam mengambil kebijakan. Tetapi apakah hal ini sudah dilakukan sebelum-sebelumnya ?

Dalam pasal 9 ayat 1 UUD 1945 sebelum presiden dan wakil presiden memangku jabatannya presiden dan wakil presiden berjanji dan bersumpah. Sumpah ini memiliki konsekuensi, tanggung jawab, dan ikatan moral. Pasca amandemen pertanggungjawaban presiden hanyalah pertanggungjawaban hukum apabila ada dakwaan kriminal terhadapnya.

Dalam pasal 7A UUD 1945 dinyatakan bahwa Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya tau perbuatan tercela maupun terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.

Pertanyaan kembali muncul dalam diri penulis, ketika hari ini presiden menerbitkan perpu cipta kerja, apakah itu termasuk pengkhianatan terhadap negara dan konstitusi, ketika Putusan MK menyatakan uu cipta kerja inkonkonstitusional bersyarat, dan dalam amar putusannya mewajibkan DPR(legislatif) untuk memperbaikinya dalam jangka waktu 2 tahun, namun presiden (eksekutif) malah menerbitkan perppu. Sekali lagi, apakah itu bukan termasuk pengkhianatan terhadap negara dan konstitusi?

Menurut pandangan dangkal penulis, kiranya diperlukan suatu forum untuk meminta pertanggungjawaban Presiden ketika masih dalam masa jabatannya ataupun diakhir masa jabatannya yang direkomendasikan oleh MPR melalui forum terbuka, sehingga hasil tersebut adalah bentuk konkrit dan hasilnya evaluatif untuk presiden dalam memangku jabatannya. Ataukah ketika hari ini akan diwacanakan kembali GBHN vol 2 dengan nama PPHN akan terjadi amandemen ke-5 UUD 1945 dan mengembalikan MPR sebagai lembaga tinggi negara? menurut penulis kecil kemungkinan dan tentu akan menimbulkan gejolak politik, hemat penulis jika ingin menerapkan PPHN dalam rangka sustainable development melalui konsensus saja.

Jadi bagaimana pertanggungjawaban presiden hari ini kepada rakyat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun