*Hubungan Presiden dan MPR setelah Amandemen UUD 1945
Berbicara kedudukan Presiden menurut UUD 1945 setelah di amandemen tidak lagi sebagai mandataris MPR yang menjalankan tugas Mejelis yang berupa Haluan Negara. Sehingga penulis berpendapat bahwa hubungan kerja antara Presiden dengan MPR tidak nampak hubungan vertikal tetapi sebagai hubungan horizontal.
Ketika MPR bukan lagi sebagai Lembaga Tertinggi di atas Presiden, melainkan suatu lembaga negara yang sama kedudukannya. Artinva bahwa MPR dengan Presiden adalah sama-sama yang kedudukannya sejajar (horizontal). Setelah di amandemen tidak ada lagi istilah pelimpahan kekuasaan akan tetapi yang ada adalah pemisahan kekuasaan yang artinya bahwa sebelum amandemen MPR sebagai Lembaga Tertinggi melimpahkan kedudukan Presiden menurut UUD 1945 setelah di amandemen tidak lagi sebagai mandataris MPR yang menjalankan tugas Mejelis yang berupa Haluan Negara. Sehingga penulis berpendapat bahwa hubungan kerja antara Presiden dengan MPR tidak nampak hubungan vertikal tetapi sebagai hubungan horizontal.
Maielis Permusyawaratan Rakyat bukan lagi sebagai Lembaga Tertinggi di atas Presiden, melainkan suatu lembaga negara yang sama kedudukannya.MPR sebagai Lembaga Negara tidak berhak meminta pertanggungjawaban kepada Presiden mengenai tugas dan kewajiban Presiden, karena MPR tidak lagi melimpahkan kekuasaannya kepada Presiden, walaupun demikian bukan berarti Presiden dapat bertindak sewenang-wenang, dan berangkat dari argumentasi awal ketika ada kekuasaan maka wajib ada pertanggungjawaban didalamnya.
Presiden dalam menjalankan kewajibannya bertanggung jawab kepada rakyat selaku yang memilihnya, kembali mencuat pertanyaan : Melalui mekanisme apa pertanggungjawban presiden hari ini ?
MPR dalam UU MD3 memiliki  tugas dan wewenang sebanyak 7 (jika tidak keliru) *lihat pasal yg mengatur MPR di UU MD3. Jika kita tinjau tugas dan wewenang MPR, penulis berpendapat bahwa hubungan Presiden dengan MPR merupakan hubungan horizontal, sedangkan hubungan vertikal antara Presiden dengan MPR setelah di amandemen tidak ada atau tidak diatur. MPR hanya melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, MPR tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden.
MPR memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya. Hubungan Presiden dengan MPR semata-mata didasarkan sistem checks and balances. Hubungan antara Presiden dengan MPR setelah amandemen juga melahirkan bahwa MPR tidak lagi berwenang meminta pertanggungjawaban dan memberhentikan Presiden atas dasar tidak melaksanakan Putusan MPR. Presiden tidak lagi berkewajiban melaksanakan GBHN. Presiden mempunyai program tersendiri yang ditawarkan kepada rakyat pada sat pencalonan dalam kontestasi politik pilpres.
Sekarang kita tinjau pertanggunjawaban Presiden sebelum dan sesudah Amandemen UUD 1945
Sebelum amandemen pertanggungjawaban presiden tersurat dan tersirat di pembukaan, batang tubuh, dan juga penjelasan. Menurut Bagir manan salah satu unsur tetpenting dalam penyelenggaraan negara atau pemerintah adalah pertanggungjawaban dan pengawasan. Sebelum Amandemen dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan "Presiden yang diangkat oleh MPR bertunduk dan bertanggungjawab kepada MPR. Dalam praktek ketatanegaraan yang berlaku, pengertian bertunduk dan bertanggung jawab tidak sekedar diartikan pengawasan, tetapi juga pemberhentian Presiden dari jabatannya.
Menurut Soewoto Pertanggungiawaban Presiden menurut jenisnya ada tiga, pertanggungjawaban politik, hukum dan pertanggungjawaban moral. Dalam Ketetapan MPR No I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR mempunyai wewenang untuk mencabut mandat dan memberhentikan Presiden apabila melanggar haluan negara baik yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar maupun MPR. Dengan adanya pertanggungjawaban Presiden atas pelaksanaan haluan negara maka sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 sebelum amandemen adalah Presidensil semu atau quasi Presidensil. Soewoto Mulyosudarmo menyatakan bahwa pertanggungjawaban pelaksanaan haluan negara kepada Presiden bukanlah sistem Presidensil. Dengan adanya pertanggungjawaban tersebut kedudukan Presiden adalah lemah, karena Presiden sewaktu-waktu dapat diminta. pertanggungjawabannya oleh MPR yang sanksinya adalah diberhentikan dari jabatannya. Sistem ini kurang menjamin adanya kestabilan Pemerintahan. Namun menurut pandangan penulis dalam hal ini adanya kelebihan ketika MPR memiliki kewenangan untuk mengevaluasi kinerja presiden lebih konkret.
Dari sini dapat diketahui bahwa pertanggungjawaban politik Presiden adalah kepada MPR yang dapat diminta sewaktu-waktu pada masa jabatan, dan pertanngungjawaban tersebut mempunyai sanksi. Selain pertanggungjawaban politik, Presiden juga mempunyai pertanggungjawaban moral.