Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

4 Hal Menarik Seputar Penyambutan Nyepi dan Bulan Ramadhan di Kota Palu

24 Maret 2023   06:00 Diperbarui: 24 Maret 2023   08:59 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada pawai ogoh-ogoh di Palu kemarin, terlihat warga yang beragama Islam pun ikut mengambil foto iring-iringan tersebut. Tampak ibu-ibu berjilbab mengangkat gawainya membidik patung ogoh-ogoh yang diarak itu. Hal ini tidak dapat kita sebut sebagai pengakuan akan kebenaran kepercayaan umat lain. Melainkan apa yang oleh Gerardette Philips sebagai: kamu menjalankan agamamu, dan saya akan memperhatikannya dengan serius.

3. Insiden Kemacetan Pawai Ogoh-ogoh Dapat Mengingatkan Posisi Hilal

Kemacetan di jalan Jabal Nur, tepat di depan kampus Unismuh Palu| Sumber foto: palu.tribunnews.com
Kemacetan di jalan Jabal Nur, tepat di depan kampus Unismuh Palu| Sumber foto: palu.tribunnews.com

Dalam setiap kejadian, selalu ada hikmah atau pelajaran yang terdapat di dalamnya, kalau saja orang-orang yang menghadapai kejadian itu mau memikirkan, merenungi, dan menyadari bahwa di balik penciptaan alam semesta ini (termasuk kejadian di baliknya) selalu menyimpan rahasia.

Salah satunya kemacetan, tentu insiden itu bukan hal yang mengenakkan. Tetapi kalau kita mau bersabar dan bersikap stoik (menjadi kuat di hadapan realitas) bahkan kemacetan pun bisa mendatangkan inspirasi.

Seperti dalam pawai ogoh-ogoh di Palu kemarin, rute awal pawai tersebut adalah jalan menurun, dan jika berada di jalur itu, kita akan menghadap ke barat lalu menyaksikan pemandangan laut (itu karena Pura Jagatnatha Palu, titik berangkat pawai itu berada di perbukitan) dan gunung di sebelah barat; tempat matahari terbenam.

Jika mau merenungkan, ini bisa mendatangkan suatu pertanyaan kritis, mengapa harus melakukan rukyat al-hilal (melihat bulan di tempat terbenamnya matahari) dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan? Padahal sudah memungkinkan bagi kita--dengan bantuan sains--melakukan metode hisab (perhitungan), soalnya pergerakan bulan dapat dihitung dan dipastikan.

Dua metode ini masing-masing mewakili NU, Pemerintah, serta ormas-ormas lain di satu pihak, dengan Muhammadiyah di pihak lain. Kedua metode ini tetap berlaku hingga kini, dan perbedaan penentuan hari pertama dan akhir Ramadhan di tahun-tahun tertentu tidak dapat terhindarkan.

Namun sebaiknya kedua cara menetapkan awal dan akhir Ramadhan itu tidak perlu disikapi dengan debat yang tidak berkesudahan. Melainkan dengan mempelajari alasan syar'i masing-masing pihak mengapa menggunakan metode yang berbeda.

Lagipula dengan memahami perbedaan metode ini, niscaya bukan hanya toleransi antar umat beragama yang terwujud, tetapi juga toleransi antar mazhab dalam Islam. Soalnya, agaknya lebih sulit mewujudkan toleransi antar mazhab ketimbang toleransi antar umat beragama.

4. Polantas yang Menjaga Titik-titik Dilaluinya Pawai, Rupanya Bisa Menimbulkan Razia-phobia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun