Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Book

Keadilan Tidak untuk Perempuan

22 Maret 2023   08:35 Diperbarui: 22 Maret 2023   08:39 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wajah hukum di tempat Mukhtar seperti itu, tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan di sana yang sangat bias jender. Perempuan di Meerwala, dan mungkin juga di banyak tempat di Pakistan, tidak perlu bersekolah, tidak boleh masuk pegawai negeri, tidak boleh masuk di Dewan Jirga. Perempuan hanya boleh menjalankan tugasnya di dapur dan di kasur. Kalau mau, sebatas membantu para lelaki bekerja di sawah dan di ladang. Untuk masalah pendidikan pun, perempuan hanya boleh menerima pendidikan dari ibunya. 

Tidak perlu bersekolah, rupa-rupanya hal itu juga yang menyulitkan Mukhtar Mai untuk menuntut keadilan. Tidak tahu baca-tulis membuatnya tak tahu apa isi pernyataan yang ditandatangani (dicap jempol) nya di kantor Polisi. Pengadilan menerima kesaksian yang berbeda antara laporan kepolisian dan pengakuan Mukhtar. 

Pengadilan Anti-Terorisme memang memenangkan Mukhtar dan menegur pihak Kepolisian. Tetapi pada tingkat banding, Mukhtar dianggap membuat kesaksian palsu. Dengan alasan tidak segera melapor setelah kejadian, dan tak ada alasan mengapa penundaan pelaporan itu dilakukan.

Pakistan menerapkan hukum Islam. Mukhtar kesulitan meyakinkan pihak Pengadilan Tinggi, tidak memenuhi syarat untuk dianggap benar dengan tidak adanya empat orang lelaki dewasa yang menjadi saksi, sebagai syarat dibenarkannya sebuah kesaksian. Siapa yang jadi saksinya? Tidak lain adalah para pemerkosanya. Sementara, para pemerkosa itu adalah lawannya di Pengadilan. Tidak bakalan mereka menjerumuskan diri sendiri dengan membenarkan Mukhtar Mai.

Terdapat dilema penerapan Hukum Islam di sini. Mukhtar Mai dipersyaratkan menghadirkan empat orang saksi lelaki dewasa. Jika tidak, kesaksiannya tak dapat dibenarkan. Di sisi yang lain, hukum yang diterapkan itu tidak dapat menjamin; apakah dengan tidak adanya empat orang saksi, lantas kejadian yang sebenarnya dianggap tidak pernah terjadi, meskipun itu adalah tindak kejahatan yang juga dicela dalam Islam (pemerkosaan)?

Tetapi, hakim adalah satu-satunya yang tidak bisa tidak dipercayai. Di tangan hakim segalanya berifat final. Mukhtar Mai hampir saja putus harapan, hampir saja dia memperoleh bahaya di Meerwala sebab para pemerkosanya dilepaskan kembali ke desa itu, jika saja tidak ada jalan lain. Yaitu dengan cara menghadap ke Perdana Menteri Pakistan. 

Perdana Menteri bisa mengeluarkan perintah penangkapan atas dasar keresahan warga negara, oleh sebab keberadaan para petinggi Mastoi yang dilepaskan itu. Akhirnya, para pemerkosa Mukhtar Mai ditangkap kembali dan dijebloskan ke penjara.

/2/

Perjuangan Mukhtar Mai bukan hanya untuk menuntut keadilan atas dirinya, tetapi juga atas semua perempuan yang telah dan akan senasib dengannya. Ia berupaya sebagai perempuan pertama yang melakukan perlawanan terhadap sistem yang berlaku di masyarakatnya. Berharap akan muncul Mukhtar-Mukhtar yang baru.

Sementara menempuh jalur hukum untuk kasusnya, Mukhtar juga mendirikan sekolah untuk kaum perempuan di desanya. Tak boleh lagi ada perempuan yang dirugikan hanya lantaran tak bisa baca-tulis. Pemikiran bahwa perempuan hanya menerima pengajaran dari ibunya, harus dikesampingkan jauh-jauh. Ini sudah zaman modern.

Keterwakilan perempuan di pemerintahan sebesar tiga puluh persen, itu sudah ditetapkan. Tetapi tanpa adanya edukasi bagi kaum perempuan, satu persenpun rasanya sulit. Mukhtar, dengan pengalamannya selama di desa Meerwala sulit membayangkannya. Di sana perempuan adalah makhluk rumah, tidak lebih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun