Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Negara Lelucon (Menertawakan Kerugian Negara)

7 November 2017   12:08 Diperbarui: 7 November 2017   12:23 1983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi : Qureta

Masih ingat, bahkan dibulan-bulan terakhir ini tahun yang sama operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK atas banyak kasus diberbagai daerah, jangan sampai kasus ini juga menjadi lelucon dimata negara. 

2017 adalah masa kelam negara ini, berbagai operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, ada 5 kepala daerah yang terjaring atas dugaan tindak pidana korupsi. Mereka kini berstatus tersangka KPK. Sekiranya ini bukan lelucon yang mengoyak isi perut publik atau negara. 

Pada 2016 silam, ada juga kasus yang sama. 10 kepala daerah yang tersandung kasus korupsi. Dari data BPS tahun 2004 hingga Juni 2017, ada 78 kepala derah yang berurusan dengan KPK. Rinciannya, 18 orang gubernur dan 60 orang wali kota atau bupati dan wakilnya.

Jumlah kasus demikian tidak merupakan lelucon, semakin klimaks kasus ini menyita kerugian negara dan kalau seperti ini masih dianggap sebagai lelucon. Maka negara tidak lebih sebagai panggung humor didunia antah brantah. Keadaan sesungguhnya negara seperti kapal pecah. 

Bagimana dengan jumlah kerugian negara menurut laporan ICW sebesar 1,83 T dalam 226 kasus korupsi? Bagaimana dengan nilai suap 118,1 M yang merugikan negara? 

Bagitu jumlah demikian besar ini tidak lagi menjadi lelucon bagi negara, lalu apakabar dengan ketiga aparat penegak hukum yang dipercayakan negara bertugas menangani kasus tersebut. Kejaksaan, Kepolisian dan KPK. 

Penyalahgunaan anggaran dan suap menyuap dalam tahun ini menjadi malang nasibnya karena ditutup kasus ecek-ecek bernada humor seperti pada pembicaraan kita pada awal diatas. 

Tak pelak, negara jangan menutup mata terhadap banyak problem sebagai kasus besar yang bukan ecek-ecek dan melibatkan sejumlah pejabat publik dinegara ini, DPR, DPRD, kepada Daerah dan sebagainya.

Cerita tentang agenda reformasi birokrasi dari pusat dan sampai kedaerah-daerah menjadi bumerang untuk perangi praktik penyimpangan jangan sampai berakhir menjadi lelucon yang pada gelirannya ditertawakan oleh negara. 

Demikian, sama-sama sebagai publik. Kita mendukung proses penanganan berbagai kasus yang dilakukan oleh aparat penegak hukum negara ini sehingga negara tidak lagi melihat hal miris ini sebagai bahan lelucon seperti kasus meme dan kasus lain yang senada. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun