Makanan yang hendak dikonsumsi harus dipilih, dipersiapkan dengan cara sedemikian rupa sehingga tetap terjaga nilai gizinya, dan dapat diterima atau dalam istilahnya disebut dengan halal dan thayyib. Oleh karena itu, manusia sangat dianjuran untuk memperhatikan dan memilih secara cermat jenis makanan yang akan dikonsumsi agar tubuh dapat berfungsi dengan baik. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Abasa : 24.
Â
Artinya : "Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya."( QS. 'Abasa: 24)
 Begitu pentingnya memperhatikan dan memilih makanan bagi manusia sehingga Allah memberi tuntunan tentang keharusan memilih atau mengkonsumsi makanan yang halal dan thayyib. Hal demikian ini menunjukkan bahwa Allah mengatur agar manusia mengonsumsi makanan yang baik, yakni menyehatkan dan tidak menimbulkan penyakit  dan sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk mentaatinya. Semua yang diperintahkan oleh Allah SWT adalah kebaikan umat manusia, termasuk perintah untuk mengonsumsi makanan halal dan thayyib, serta menjauhi makanan syubhat apalagi haram. Makanan yang halal adalah makanan yang yang diizinkan untuk dikonsumsi menurut aturan hukum Islam, sebab pada hakikatnya semua makanan adalah halal kecuali yang dilarang dalam Alquran dan Hadis. Adapun yang dimaksud makanan halal dan thayyib menurut Ath-Thabari adalah makanan yang mutlaq, suci, tidak najis dan tidak haram. Menurut Ibnu Katsir makanan yang halal dan thayyib adalah makanan yang bermanfaat bagi dirinya serta tidak membahayakan bagi tubuh dan akal pikirannya. Dan menurut Al-Maraghy makanan yang halal dan thayyib adalah makanan yang lezat dan baik. Kalau makna makanan halal dan thayyib hanya sekedar tidak najis dan tidak haram, ini merupakan cangkupan dari makna halal saja dan kurang memadai dengan kondisi sekarang yang mana makanan sekarang itu jenisnya sudah banyak. Ath-Thabari, Ibnu Katsir dan Al-Maraghy menggabungkan antara makna halal dan thayyib, sehingga makna thayyib itu sendiri tersamarkan. Padahal halal dan thayyib adalah sesuatu yang berbeda. Berdasarkan penafsiran Ath-Thabari, Ibnu Katsir dan Al-Maraghy terlihat bahwasannya mereka tidak memberikan makna yang spesifik tentang makna thayyib. Makna yang spesifik itu dapat dilihat dalam tafsir Nusantara. Menurut ketiga mufassir Nusantara yakni M. Hasbi Ah-Shiddieqy, Buya Hamka, dan M. Quraish Shihab. Mereka memaknai halal dan thayyib bukan hanya sekedar suci, tidak najis, dan tidak membahayakan tubuh serta akal dan pikirannya saja, tetapi makanaan halal dan thayyib harus makanan yang sehat memiliki gizi yang cukup dan seimbang, dan proporsional (tidak berlebih-lebihan) sesuai kadarnya. Disini terlihat bahwasannya menurut ketiga mufassir Nusantara makna antara halal dan thayyib itu berbeda. Pemaknaan thayyib yang mereka berikan lebih luas dan jelas dibandingkan dengan kedua pendapat tersebut.[2]
Pembahasan
Pengertian Makanan Halal dan TayyibÂ
Secara bahasa makanan dapat diartikan dengan tha'am, aklun, dan ghidha'un yang berarti mencicipi sesuatu dan atau memasukkan sesuatu kedalam perut melalui mulutt, ghidza juga menjadi kata serapan gizi dalam bahasa Indonesia. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia makanan adalah segala bentuk yang dapat dicicipi dan dikonsumsi, seperti kue-kue, lauk pauk dan sebagainya. Definisi makanan secara istilah dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dikonsumsi, baik berasal dari darat maupun berasal dari laut. Adapun makanan halal adalah makanan yang dibolehkan dalam syariat Islam untuk mengkonsumsinya, yaitu sesuai dengan al-Qur'an dan Hadis Nabi SAW. Penggunaan kata tha'am ( (dalam al-Qur'an bersifat umum, yakni setiap yang dapat dimakan, baik makanan itu berasal dari darat dan laut, maupun makanan yang belum diketahui hakikatnya. Dengan demikian kata al-tha'am ( (makanan, adalah menunjukan arti semua jenis yang biasa dicicipi (makanan dan minuman). Makanan menurut al-Qur'an, ada yang halal dan ada yang haram. Thayyib berasal dari bahasa Arab thaba yang artinya baik, lezat, menyenangkan, enak dan nikmat atau berarti pula bersih atau suci. Para ahli tafsir menjelaskan kata thayyib berarti makanan yang tak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau dicampuri benda najis. Ada juga yang mengartikan sebagai makanan yang mengandung selera bagi yang akan memakannya atau tidak membahayakan fisik atau akalnya. Menurut pandangan Kalamuddin Nurdin di dalam kamus Syawarifiyyah memberikan pemahaman kata thayyib adalah kebajikan, kebaikan, kemulian, keberkahan dan juga nikmat. Al-Raghib al-Ashfahani menjelaskan bahwa kata thayyib khusus digunakan untuk mengambarkan sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indra dan jiwa, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya.[3]
 Ayat-Ayat Yang Berkenaan Dengan Makanan Halal Dan ThayyibÂ
Berdasarkan ayat Al-Qur'an ditemukan bahwa perintah makan disebutkan sebanyak 27 kali dalam berbagai konteks dan arti, apabila berbicara tentang makanan yang dimakan (objek perintah tersebut), selalu menekankan salah satu dari dua sifat halal (boleh) dan tayyib (baik). Bahkan ditemukan empat ayat yang menggabungkan kedua sifat-sifat tersebut:
1. Perintah memakan makanan halal lagi baik, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah/2 : 168
Â