Korupsi di Indonesia memiliki akar penyebab yang kompleks dan beragam. Salah satu faktor utama yang mendukung praktik ini adalah monopoli kekuasaan. Struktur birokrasi di Indonesia cenderung memberikan wewenang yang sangat besar kepada individu atau kelompok tertentu tanpa kontrol yang memadai.Â
Ketika kekuasaan terkonsentrasi pada pihak tertentu, peluang untuk menyalahgunakan posisi tersebut menjadi lebih besar.Â
Sebagai contoh, monopoli ini sering terjadi dalam pengelolaan anggaran proyek-proyek pemerintah, di mana keputusan yang berkaitan dengan alokasi dana atau pelaksanaan proyek berada di tangan segelintir orang saja. Dalam situasi ini, ketiadaan persaingan yang sehat dan transparansi membuat pengambilan keputusan rentan terhadap penyimpangan, seperti manipulasi anggaran atau kolusi dengan pihak ketiga.
Selain monopoli kekuasaan, diskresi tanpa pengawasan juga menjadi penyebab penting korupsi di Indonesia. Banyak pejabat memiliki kebebasan untuk membuat keputusan strategis tanpa pengawasan atau evaluasi yang ketat.
 Contohnya terlihat dalam proses pengadaan barang dan jasa, di mana pejabat memiliki keleluasaan untuk menentukan pemenang tender atau melakukan negosiasi kontrak.Â
Ketika tidak ada mekanisme kontrol yang efektif, diskresi ini sering kali dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, seperti menerima suap atau memberikan keuntungan kepada kroni politik. Diskresi yang tidak diawasi dengan baik ini menciptakan ruang yang luas bagi pelaku korupsi untuk menyembunyikan tindakan ilegal mereka di balik dalih keputusan administratif.
Faktor lain yang memperparah masalah ini adalah rendahnya tingkat akuntabilitas dalam sistem birokrasi. Banyak institusi di Indonesia belum memiliki mekanisme yang memadai untuk memastikan pejabat publik bertanggung jawab atas setiap tindakan mereka.Â
Akuntabilitas yang lemah sering kali disebabkan oleh kurangnya transparansi, sistem audit yang tidak efektif, atau minimnya tindak lanjut terhadap laporan pelanggaran. Selain itu, budaya nepotisme dan gratifikasi yang mengakar di beberapa lapisan masyarakat juga memperburuk situasi.Â
Di beberapa kasus, pemberian hadiah atau uang "terima kasih" kepada pejabat dianggap sebagai sesuatu yang wajar, meskipun tindakan tersebut jelas melanggar hukum. Budaya ini tidak hanya mendorong korupsi, tetapi juga membuat masyarakat lebih permisif terhadap perilaku yang merugikan negara tersebut.
How
1. Â Kasus Korupsi E-KTP Â Â