Presiden dicalonkan oleh partai, yang pada Pemilu Parlemen sebelumnya meraih 5 persen suara nasional dan/atau memiliki 20 kursi di Parlemen.
Dimungkinkan muncul semacam calon independen, dengan syarat mampu mengumpulkan dukungan berupa tanda tangan paling kurang 100.000 (seratus ribu) warga yang berhak memilih.
Jika putaran pertama ada kandidat presiden yang meraih lebih dari 50 persen suara, maka akan langsung dinyatakan sebagai pemenang. Jika tak satu pun kandidat yang meraih suara 50 persen pada putaran pertama, maka Pemilu Presiden akan dilanjutkan ke putaran kedua, yaitu pada 28 Mei 2023, dengan kandidat yang meraih suara terbanyak dan kedua pada putaran pertama.
Catatan:
Pertama, dengan selisih perbedaan keterpilihan yang relatif kecil (berdasarkan agregat banyak hasil survei), tentu akan sulit memastikan kubu mana yang akan memenangkan pertarungan Pilpres Turki: Recep Teyyip Erdogan atau Kemal Kilicdaroglu?
Kedua, siapa pun yang nantinya menjadi pemenang, selisih suara kemenangannya tidak akan terlalu besar, dengan perbandingan mungkin 48:52, bahkan 49:51. Karena itu, hasil Pemilu Presiden Turki kali ini sangat berpotensi diprotes dan bahkan digugat ke pengadilan oleh kubu yang kalah.
Ketiga, secara umum, peraturan pemilu Presiden Turki relatif sama dengan peraturan-peraturan yang berlaku pada pemilu-pemilu di negara-negara lain. Perbedaan umumnya hanya soal angka. Seperti syarat usia dan pendidikan minimal kandidat presiden.
Keempat, ada poin yang menurut saya sangat menarik pada Pemilu Turki kali ini. Mungkin karena belajar dari negara-negara lain yang membolehkan exit poll (survei yang dilakukan terhadap pemilih yang baru keluar dari bilik suara, dan hasilnya populer dengan sebutan hitung cepat (quick count), yang biasanya justru memicu persoalan yang tidak perlu, maka Pemerintah Turki membuat aturan terkait pengumuman hasil Pemilu: semua media dilarang mempublikasikan hasil sementara pemungutan suara hingga pukul 21.00 Waktu Turki pada hari pencoblosan; selain itu, lembaga-lembaga survei dilarang melakukan exit poll.
Kelima, jika ada pembaca yang membatin, saya mendukung siapa pada Pilpres Turki kali ini, jawabannya sederhana: saya tidak punya riwayat preferensi untuk mendukung salah satu kandidat presidennya: Recep Teyyip Erdogan atau Kemal Kilicdaroglu.
Keenam, namun kalau boleh memberikan catatan, seorang penguasa dalam pengertian kepala pemerintahan atau kepala negara (perdana menteri atau presiden), yang bisa dan mampu bertahan di pucuk kekuasaan selama lebih dari 20 tahun, hanya ada dua kemungkinannya: penguasa itu memang dicintai oleh rakyat pemilih, atau sang penguasa itu sangat konsisten "bersikap tega" dalam setiap pengambilan keputusan kenegaraan.
Ketujuh, sikap media-media asing atau beberapa pejabat negara-negara Barat, yang secara terbuka bahkan lantang mendukung salah satu kandidat presiden pada Pilpres Turki 2023, bolah jadi juga akan terulang pada Pilpres 2024 di Indonesia.