Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manuver Taktis Habib Rizieq

4 Desember 2016   15:36 Diperbarui: 4 Desember 2016   19:15 6036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlepas apapun sikap kita terhadap FPI dan Habib Rizieq, tapi selama hampir tiga bulan terakhir (sejak 5 Oktober 2 Desember 2016), semua komponen nasional tampaknya menari mengikuti ritme yang dimainkan oleh Habib Rizieq. Dan naga-naganya, ritme itu cenderung masih akan berlangsung lama. Yang menarik, sebab semua manuver tandingan yang dilakukan oleh berbagai pihak, terkesan selalu ketinggalan dua-tiga langkah di belakang manuver Habib Rizieq. Berikut uraian kronologinya:

Periode 27 September 2016 s.d 411

Ketika rekaman pidato Ahok di Pulau Pari (27 september 2016) beredar massif di Youtube mulai 5 Oktober 2016, FPI langsung tancap gas, melakukan manuver taktis dengan cara mendesak MUI agar mengeluarkan pernyataan sikap terhadap rekaman Ahok. Sekedar mengingatkan, laporan pertama ke polisi tentang dugaan penistaan Ahok dilakukan oleh Fedri Kasman, Wasekjen Muhammadiyah pada 7 Oktober 2016.

Pernyataan MUI itu (11 Oktober 2016), kemudian menjadi acuan pembentukan organisasi taktis, bernama Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (GNPF-MUI). Karena sejak semula dia penggerak awalnya, Habib Rizieq tetap menjadi tokoh kunci di GNPF. Dan hanya perlu empat hari kemudian, bagi Habib Rizieq dan FPI untuk menggelar ABI-I pada 14 Oktober 2016.

Lihat juga artikel “Habib Rizieq, Figur yang Penuh Paradoks”: http://www.kompasiana.com/sabdullah/habib-rizieq-figur-yang-penuh-paradoks_582d4082fd22bd4c063aca07

Dan ada satu poin yang kurang dicermati banyak kalangan, sejak awal GNPF-MUI sudah memasang target maksimal: “hukum Ahok!”. Jadi bukan sekedar melakukan proses hukum. Makanya, penetapan Ahok sebagai tersangka tidak mempan meredakan gelora aksi massa.

Ketika ABI-I digelar, dengan massa sekitar 5.000 orang, payung GNPF-MUI lebih menonjol, meski gema FPI masih menari-nari. Tapi dengan GNPF, legitimasi ABI-I menjadi kuat. Dan Habib Rizieq atau FPI mengusung dua tema secara bersamaan: menyerang dugaan kasus penistaan Ahok, dan sekaligus mengawal dan menyelamatkan airmuka MUI. Habib Rizieq seolah bilang: jika kalian tidak mau bergabung dengan FPI, minimal bergabunglah untuk mengawal airmuka MUI dalam kaitannya dengan penistaan Ahok. Dan itulah yang terjadi pada ABI-II, 411.

Catatan: Saya menyebut GNPF-MUI sebagai organisasi taktis, karena organisasi ini dibentuk bersifat sementara dan kondisional. GNPF-MUI adalah organisasi yang tidak memiliki administrasi legalitas. Manuver ini mirip dengan gerakan-gerakan kiri yang sering membentuk organisasi taktis untuk setiap momen aksi.

Karena respon pemerintah dianggap kurang cekatan terhadap ABI-I, Habib Rizieq mulai memobilisasi massa untuk ABI-II, 411, dan sekali lagi, tetap menggunakan organisasi taktis (GNPF) sebagai payung mobilisasi massa. Nama FPI mulai kurang mengemuka, tetapi kendalinya tetap di tangan Habib Rizieq. Sebeb untuk melibatkan elemen Ormas Islam lainnya dengan mengatas-namankan FPI, mungkin kurang elok, dan boleh jadi akan menghadapi resistensi dari sejumlah Ormas Islam. Bukankah ini manuver cantik?

Dan semua mengakui, gerakan dan mobilisasi 411 dilakukan dengan sangat profesional. Hasilnya kita tahu: hampir semua pihak meleset dalam memprediksi jumlah massa ABI-II, 411. Bahkan di depan 637 perwira Mabes Polri, dalam pertemuan di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, pada 9 Nopember 2016, Presiden Jokowi sendiri mengeritik prediksi aparat intelijen yang meleset jauh.

Periode 411 ke 212

Dan kalau dicermati, terbaca tiga sukses yang diraih ABI-II 411: Sukses pertama, dalam pertemuannya dengan perwakilan ABI-II 411, Wapres JK, menjanjikan bahwa kasus Ahok akan dipercepat prosesnya dan dilakukan seadil-adilnya, dalam tempo dua minggu. Pernyataan lisan JK tersebut kemudian diperkuat oleh Pidato tengah malam Presiden Jokowi pada 4 Nopember 2016.

Sukses kedua, pada 16 Nopember 2016, Bareskrim Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka, meskipun tidak ditahan. Jujur diakui, penetapan tersangka mungkin tidak akan secepat itu seandainya tidak ada ABI-II 411. Janji dua minggu terpenuhi hanya dalam tempo 12 hari.

Sukses ketiga, GNPF semakin kuat posisinya sebagai pemain sentral dalam kasus Ahok, dan legitimasinya makin kuat untuk mewakili suara Anti Ahok. Dengan kata lain, semua unsur yang menentang Ahok, terwakili dan harus nebeng ke GNPF. Ini kan manuver yang luar biasa.

Karena itu, selama periode 28 hari (5 Nop s.d 2 Des 2016), berbagai pihak yang coba memainkan manuver tandingan atau untuk mendeligitimasi GNPF-MUI, nyaris semuanya gagal total. Ini yang saya maksud, manuver yang ketinggalan dua-tiga langkah di belakang manuver Habib Rizieq.

Selain itu, ada variabe yang kurang disorot media nasional, yaitu persiapan massif di berbagai daerah untuk ikut ABI-III. Yang unik, sebab persiapan tersebut tidak peduli dengan waktu aksi, kapanpun ada perintah aksi, mereka sudah siap. Beberapa Ponpes di Pulau Jawa, mempersiapkan diri dengan cara meliburkan santrinya yang kelas VI-V-VI agar bisa ikut aksi lanjutan. Padahal pada ABI-II 411, mereka hanya meliburkan kelas VI saja. Bahkan muncul usulan agar semua Ponpes meliburkan santrinya secara keseluruhan.

Di tengah persiapan massif tersebut, sempat beredar isu dan analisa bahwa ABI-III akan digelar pada 25 Nopember 2016 (2511), dan pihak GNPF-MU tampaknya sengaja tidak pernah membantahnya. Persiapan antisipasi aparat keamanan terfokus ke tanggal 2511. Tapi lagi-lagi, semua pihak harus gigit jari, ketika GNPF mengumumkan pada 18 Nop 2016, bahwa ABI-III akan digelar pada 2 Desember 2016. Lagi-lagi, sebuah manuver yang selangkah dua langkah berada di depan.

Penggeseran waktu aksi dari 2511 ke 212, selain sebagai manuver cantik, juga mengirim pesan dan membuktikan bahwa Komando GNPF-MUI didengar semua jamaah.  Karena itu, di seluruh wilayah terutama di Pulau Jawa, pada periode 1811 s.d 212, semua elemen terus mematangkan rencana pemberangkatan massa.

Dan semua imbauan yang dilakukan institusi resmi untuk tidak perlu lagi ABI-III, tak satupun yang didengar. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh aparat terkait dan beberapa ormas juga akhirnya kontraproduktif.

Sementara itu, ormas-ormas Islam juga tampak mulai merevisi sikapnya. Secara resmi, Muhammadiyah konsisten menegaskan menghormati proses hukum, yang telah menetapkan Ahok sebagai tersangka. Tapi Muhammadiyah selalu menambahkan "klausul", tidak bisa melarang jamaahnya untuk ikut ABI-III, karena itu adalah hak konstitusional.

Yang agak unik adalah sikap NU yang terkesan seolah kehilangan orientasi. Pesan Moral PBNU pada 28 Oktober 2016, hampir tak berisi sikap yang jelas, menerima atau menolak ABI-II 411. Poin 4 menyatakan, “Kepada para pihak yang hendak menyalurkan aspirasi dengan berunjuk rasa, PBNU mengimbau agar tetap menjaga akhlakul karimah dengan tetap menjaga ketertiban, menjaga kenyamanan lalu lintas dan dapat menjaga keamanan masyarakat demi keutuhan NKRI”. Seorang teman berkomentar sinis, apa hubungannya antara kenyamanan berlalu lintas dengan keutuhan NKRI.

Sementara untuk ABI-III 212, Ketua PBNU Bidang Hukum dan HAM Robikin Emhas pada 20 Nopember 2016 mengatakan, “Enggak ada anggota NU. NU tidak terlibat di situ... Karena polisi sudah menetapkan sebagai tersangka, dan sedang melakukan penindakan, maka seluruh pihak harus menunggu melalui jalur hukum tersebut... Khusus keluarga PBNU, kami mengimbau tidak melakukan aksi tersebut” (Okezone, Minggu 20 Nopember 2016).

Lalu pada 22 Nopember 2016, tiba-tiba muncul “Maklumat Polda Metro Jaya” yang terkesan mengultimatum pelarangan aksi, lengkap dengan penjelasan tentang adanya rencana makar, yang diancam hukuman mati.

Mungkin karena ingin meredakan ketegangan, pada hari yang sama (22 Nopember 2016), MUI mengeluarkan “Tausiyah Kebangsaan”, yang pada point keenam menegaskan, “MUI menghimbau kepada pihak Kepolisian dan aparat keamanan lainnya, hendaknya dalam menghadapi para peserta unjuk rasa tetap mengedepankan pendekatan persuasif, dialogis, profesional, dan proporsional serta menghindari penggunaan kekerasan”.

Namun reaksi keras justru datang dari Habib Rizieq. Menyikapi sikap Polri (melalui Maklumat Polda Metro Jaya) yang cenderung akan melarang ABI-III, pada 23 Nopember 2016, Habib Rizieq merespon keras, “Siapapun orangnya di Negara Republik Indonesia tidak boleh melarang suatu unjuk rasa yang dijamin oleh Undang-Undang, Presiden sekalipun... Jadi kalau Presiden atau Kapolri atau siapapun mencoba untuk menghalangi unjuk rasa damai tersebut, maka beliau-beliau bisa dipidana 1 tahun penjara”. Pernyataan manuver Habib Rizieq ini ternyata ampuh mengendurkan resistensi.

Padahal, Maklumat Polda Metro sebenarnya lebih merespon rencana demo yang mau menggelar aksi di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin. Adapun tudingan kemungkinan terjadinya rusuh, Habib Rizieq lagi-lagi bermanuver dengan mengatakan, “Aksi kami adalah Super Damai. Sebab semua peserta aksi akan duduk berzikir, jadi tidak mungkin rusuh. Kalau terjadi rusuh, itu pasti bukan kelompok massa ABI-III”. Tudingan kemungkinan rusuh pun meredup, dan lagi-lagi Habib Rizieq menunjukkan kelasnya dalam merespon setiap tudingan dan kecurigaan.

Tapi melalui proses negosiasi yang konon berlangsung tegang, sikap Polri yang teguh melarang aksi di jalan Sudirman Thamrin, menawarkan lokasi aksi di Monas, akhirnya “disepakati dengan catatan”. Penggerak GNPF-MUI, dalam sebuah pertemuan di Bogor, pada 26 November 2016 membocorkan kearifan yang kira-kira berbunyi begini: oke, kita terima aksi di Monas saja. Sebab kalau massanya besar, pasti massa yang mengikuti shalat Jumatan akhirnya akan meluber juga ke jalan Thamrin-Sudirman. Dan itulah yang terjadi. Kalah langkah lagi, kan?

Saya tidak tahu kapan persisnya diterbitkan. Tapi pelarangan PO-PO bus di berbagai daerah di pulau Jawa untuk mengangkut massa ABI-III, selain kurang efektif karena massa dapat menggunakan transportasi alternatif, juga akhirnya ibarat menelan ludah sendiri. Kapolri mencabut pelarangan tersebut, seusai pertemuan Kapolri dan sejumlah tokoh GNPF-MUI, yang difasilitasi oleh MUI pada 28 Nopember 2016. Kalah manuver lagi, kan?

Dan yang menarik, pada pertemuan 28 Nopember 2016 tersebut, GNPF-MUI menetapkan KH Ma’ruf Amin, sebagai Khatib dan Imam shalat Jumat di Monas pada ABI-III. Ini manuver fetakompli. Sebab selain Ketua Umum MUI, KH Ma’ruf Amin adalah pengurus PBNU. Dan penetapannya sebagai khatib Jumat, secara praktis semakin menegaskan bahwa ABI-III 212 tidak mungkin lagi dibatalkan. Wong Khatibnya sudah ditetapkan, Ketua Umum MUI lagi. Manuver keren kan?

Dan selama tiga hari, 28 s.d 30 Nopember 2016, para penggerak GNPF-MUI aktif berceramah di berbagai tempat, menggerakkan massa melalu acara Tablig Akbar, dan isi pidatonya langsung disebarluaskankan melalui media sosial, lengkap dengan meme-memenya.

Dan penyebaran pesan melalui medsos ini, sungguh efektif. Divisi komunikasi di GNPF-MUI berjalan efektif dan menurut saya sangat profesional. Belum lagi, meme-meme yang dibuat oleh para pendukungnya secara individu.

Terkait dengan penyebaran meme di Medsos, meskipun secara teknis dimungkinkan untuk dilacak, tapi karena pelakunya sangat banyak, maka sangat sulit bagi Polri untuk memantaunya. Kekurangan tenaga, saya pikir. Dalam perang meme di media sosial, GNPF-MUI sering lebih dulu dibanding penentangnya.

Dan dari sekian banyak meme yang viral, yang paling menarik adalah meme hoaxberupa screenshoot berjudul: “Nusron Wahid: kalau Peserta Aksi 212 Lebih dari Seribu Orang, Ludahi Muka Saya”. Meme ini, yang telah dibantah oleh Nusron Wahid dan Detikcom, telah memicu gairah alam bawah sadar pembacanya untuk ikut membuktikan kesalahan prediksi Nusron Wahid. Artinya, meme tersebut selain makin menyudutkan Nusron Wahid, juga dimanfaatkan untuk mendorong semangat para pendukung ABI-III. Mereka yang awalnya kurang berminat, karena kesal dengan meme hoax tersebut, akhirnya memastikan partisipasinya dalam ABI-III.

Hari “H” 212

Dan pada hari pelaksanaan ABI-III, 212, tercatat tiga peristiwa penting yang semakin mengukuhkan posisi Habib Rizieq, sebagai figur kunci dalam memobilisasi massa ABI-III:

Pertama, sekitar pukul 08.00 WIB, beredar berita yang berasal dari panggung utama di Monas bahwa KH Ma’ruf Amin batal menjadi khatib Jumat. Dan tidak ada penjelasan resmi dari KH Ma’ruf Amin. Publik kemudian mengetahui bahwa Panitia mendaulat Habib Rizieq sebagai khatib pengganti. Makanya ada sinyalemen (belum terkonfirmasi) yang menyebutkan bahwa pihak panitialah yang membatalkan kehadiran KH Ma’ruf Amin. Tujuannya membuka ruang selebar-lebarnya untuk Habib Rizieq untuk tampil – yang menurut saya – terbukti memukau di mimbar (lihat deh rekaman khutbahnya di Youtube). Bukankah ini sebuah manuver yang sangat cantik?

Kedua, di luar dugaan semua pihak, termasuk para pembantu dekatnya, Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla, bersama beberapa menteri, akhirnya memutuskan berjalan kaki dari Istana, di tengah guyuran hujan, untuk ikut shalat Jumat di tengah massa, di panggung utama, bersama para penggerak GNPF-MUI.

Harus diakui, kehadiran Jokowi di tengah massa adalah sebuah langkah berani (mungkin untuk membayar ketidakmunculannya di Istana poda ABI-II, 411). Tapi keberanian itu, menurut  para penggerak dan pendukung ABI-III, juga membuktikan satu hal: menari mengikuti ritme yang dimainkan Habib Rizieq.

Karena itu, sebagai seorang politisi, dari bahasa tubuhnya, ketika mendampingi Jokowi saat berpidato singkat, terkesan kuat bahwa Wiranto, Menko Polhukam, tampak kurang nyaman dengan kehadiran Presiden di tengah massa. Lewat insting politiknya, Wiranto memahami benar bahwa kehadiran Presiden Jokowi telah menegasikan semua imbauan dan kebijakan untuk mendeligitimasi ABI-III. Singkatnya, kehadiran Presiden adalah “pemberian legitimasi penuh” untuk ABI-III. Dan sekali lagi, itu menguntungkan Habib Rizieq.

What next?

Pertanyaan kunci yang telah-masih-dan-sedang menjadi obsesi semua pihak, apa manuver lanjutan Habib Rizieq?

Jika menggunakan geseran analisis paling logis dan normal, setidaknya ada beberapa kemungkinan manuver lanjutan Habib Rizieq, sebagai berikut:

Pertama, Habib Rizieq akan terus mendorong tuntutan “penahanan Ahok”. Sebab jika Ahok tidak ditahan, pamor Habib Rizieq akan kembali meredup. Artinya juga, masih dimungkinkan adanya penggelaran ABI-VI dan seterusnya. Dan puncak aksi tersebut adalah ketika sidang pengadilan yang mengagendakan pembacaan putusan hakim terhadap Ahok.

Kedua, Habib Rizieq akan terus memelihara momentum kedekatannya dengan semua ormas dan tokoh pendukung ABI. Dan ini mudah dilakukan. Sebab justru para tokoh itulah yang berkepentingan mendekatkan diri kepada Habib Rizieq.

Ketiga, dari semua tokoh penggerak GNPF-MUI, Habib Rizieq merupakan satu-satunya figur kunci yang memiliki kaki organisasi yang sangat ready to act dan siap tempur juga. Jaringan ormas FPI sudah sampai ke tingkat kecamatan dan bahkan kelurahan/desa di beberapa provinsi. Karena itu, jangan kaget bila tiba-tiba FPI bermetamorfosis menjadi partai politik. Kemungkinan ini barangkali tinggal persoalan waktu saja. Dan sekali FPI berubah bentuk menjadi Parpol, arah tujuan lanjutannya jelas: Pemilu 2019.

Syarifuddin Abdullah | Ahad, 04 Desember 2016 / 05 Rabiul Awal 1438H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun