Mohon tunggu...
Satto Raji
Satto Raji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Worker for Photograpy, Content Writer, Sosial Media,

Belajar Untuk Menulis dan Menulis Untuk Belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terima Kasih Ibu; Untuk Semuanya

24 Desember 2015   14:44 Diperbarui: 24 Desember 2015   17:25 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya dan Papah tertegun sejenak, namun melihat keyakinan istri, saya pun mengiyakan sambil membantunya untuk menuruni tangga.

Sampai dilantai 2, beruntung dokternya sudah hadir dan siap di ruang tindakan. Sesaat istri saya sempat berkomunikasi dengan dokter untuk menanyakan keadaanya. Yang saya lihat saat itu, istri sudah terlihat sudah mulai pucat karena darah yang keluar tiada henti.

Diruang tindakan dokter bergerak cepat, mempersiapkan 4 infus sekaligus dan mengecek tekanan darah. Yang saya ingat saat itu ada satu infus yang di pompa cepat untuk bisa masuk ke dalam tubuhnya entah untuk apa. Saya hanya bisa terdiam di samping istri saya sambil mengajak ngobrol  sementara, Papah saya mengusap kepalanya sambil memanjatkan doa dan dzikir.

Satu kata yang saya ingat dari dokter saat itu adalah.

“Ibu jangan tidur ya,,…”.

Mendengarnya saya langsung shock kerongkongan terasa tercekat, teringat adegan di film saat seseorang korban terluka parah dan rekannya berusaha agar korban tetap terjaga. Kalau sampai tidak sadarkan diri, hal yang paling buruk yaitu kehilangan nyawa bisa terjadi.

Ketahanan saya runtuh, akal sehat saya hilang memikirkan hal yang terburuk. Sungguh saya belum siap. Dan saat saya memegang kakinya, yang saya rasakan adalah dingin,..sangat dingin. Saya makin kalut.

Saya keluar sejenak untuk mengabari ibu mertua, di iringi suara sayup-sayup adzan maghrib sore itu dengan terbata menahan tangis saya kabari kondisi istri. Ibu mertua pun tidak kalah panik terdengar dari suaranya karena istri saya satu-satunya perempuan dari 7 bersaudara. Saya hanya meminta doa agar istri bisa melewati kondisi kritis ini.

Setelah mengabarkan keluarga di rumah, selama beberapa detik pikiran saya kosong. Hanya mampu bersandar pada dinding klinik yang dingin tidak tahu harus berbuat apa selain berdoa. Kehadiran Papah yang tidak di sengaja hari itu merupakan berkah tuhan yang terbaik. 

Selintas dari ruang perawatan terdengar dokter meminta istri saya untuk terus menceritakan apa yang dia rasakan. Dengan sisa tenaganya istri saya memberitahu apa saja yang dirasakan, kondisinya yang mulai dingin, mengantuk dan lain sebagainya. Ternyata ini menjadi patokan untuk dokter mengambil tindakan yang tepat.

“Untung istri ada komunikatif” ujar dokter. Sesaat setelah pendarahan hebatnya bisa dihentikan dan langsung di bawa kerumah sakit Pulomas, Cempaka Putih untuk menjalani operasi cesar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun