Mohon tunggu...
Satto Raji
Satto Raji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Worker for Photograpy, Content Writer, Sosial Media,

Belajar Untuk Menulis dan Menulis Untuk Belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terima Kasih Ibu; Untuk Semuanya

24 Desember 2015   14:44 Diperbarui: 24 Desember 2015   17:25 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“kok kamu tau rasanya kontraksi..?”. Karena ini adalah kehamilan pertamanya yang sampai di usia kandungan 8 bulan. Kehamilan sebelumnya usia janin hanya bertahan 2.5 bulan karena ada problem kekentalan darah istri saya yang di atas rata-rata.

“Perutku mules..”

“Mungkin mau ke toilet..”Ujarku masih coba menenangkan. Yang di sambut senyum istriku sambil menahan sakit. Memang beberapa kali istri mondar-mandir ketoilet tapi tidak juga BAB.

Selang beberapa menit, tiba-tiba istriku berujar dengan nada gelisah.

“Kok aku kaya ngompol ya,..kasurku basah”

“Masa sih, sebelumnya gak kerasa mau pipis..?” Ujarku sambil masih berusaha tenang dan coba melihat kebalik badannya.

Dan sesaat saya membalik tubuhnya, mata saya seakan tidak percaya melihat yang terjadi. Kasur istri saya sudah dipenuhi cairan kental berwarna merah.

Darah, ya darah keluar sangat banyak di atas tempat tidurnya, menggenang hampir memenuhi seluruh kasur yang dilapisi perlak (bahan anti air) Tidak ada waktu untuk berfikir, saya langsung turun memanggil suster, sementara Papah menjaga istri saya di kamar.

Dua orang suster segera naik ke atas dan  tampak jelas terlihat panik, sementara darah belum berhenti keluar, di putuskan untuk membawa istri saya untuk turun dari ruang perawatan di lantai 3.

Jujur membawanya turun bukan persoalan gampang, tidak ada tangga jalan apalagi lift, untuk itu kami harus melalui tangga yang lebarnya tidak lebih dari 3 orang dewasa saat berjajar dan melihat kondisi istri yang makin melemah  kami putuskan untuk menggendongnya. Namun dengan sigap istri saya berucap.

“Nggak usah, turun sendiri aja aku kuat kok”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun