Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Kisah Kades Tralala Diambang Bimbang

22 Juli 2016   22:03 Diperbarui: 24 Juli 2016   09:30 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sinarmedia-news.com

Tapi, tak sedikit yang mencibir. Bukan lantaran setuju atau tidak dengan dia, tapi tentang sudut pandang. “Enak-enak pensiun, malah nyalon Kades!” ujar Sungkono, pensiunan kepala sekolah yang usianya sepuluh tahun lebih tua dari Tralala.

“Dia ingin bangun desa!” Radinem  membalas tanpa  memandang suaminya itu.

“Semua orang bisa ngomong membangun desa.   Lha, mau mbangun pake duit darimana? wong  biar bisa kepilih saja mesti keluar ratusan juta! Besar banget, kan? Cuma dapat nama saja nantinya.  Itu kalau jadi.  Nah,  kalau gagal…!!!”

Tetapi, jika ada suara-suara  seperti itu, yang seolah menyepelekan Tralala, orang-orang berpengaruh di lingkarannya mendekati orang-orang tersebut.  Atau setidaknya mencatat mereka, hingga akan diketahui berapa kekuatan yang mendukung, menolak atau masa bodoh.  Tim sukses inilah yang akan merancang aksi untuk mempengaruhi mereka.

Sampai pada akhirnya, lewat pemilihan langsung yang di adakan di lapangan desa, Tralala berhasil unggul dengan perolehan lima puluh satu suara dibanding Kades sekarang. Sesuatu yang mengejutkan. Ajaib! Sebelumnya ramai kabar, tidak akan mungkin Tralala bisa mengalahkan Jalitut, si Kades  petahana itu. Lelaki pengusaha penggilingan padi itu telah mengerahkan lima dukun dengan berbagai ajiannya agar bisa menghadang kekuatan Tralala. Jalitut yang merasa masih pantas menjadi orang nomor satu di Gunung Unyur, akhirnya tersungkur pedih.

***

Awal-awal masa kerjanya sebagai Kades, ia menggenjot selesaianya dua tugu di perbatasan desa yang dilalui jalan kabupaten. Sebuah simbol bahwa keduanya adalah pintu gerbang. Inilah monasnya desa kita, katanya  setiap dia ditanya mengapa membangun tugu itu. “Bukan sekedar bangunan tugu biasa, tapi  ada pesan  yang terpancar tentang karakter masyarakat kita. Jadi, disainnya  dibuat religius. Ada kubah di sisi kanan dan kiri. Ada lambang merah putih; sebagai jiwa nasionalis kita sebagai bangsa".

Pastilah, semua pendukungnya mengangguk-angguk mendengarnya.

Darimana anggaranannya, seseorang bertanya. “Itu dari uang pribadi. Ini tanda mata untuk tanah kelahiran saya. Jangan tanya berapa besarnya. Ini pemenuhan nazar saya dulu, jika terpilih".

Sampai pada waktunya, kedua tugu itu selesai, dan Bupati berkenan meresmikan tugu bercat hijau tua dengan  garis-garis  putih   pada bagian tertentu. Sisi kanan dan kiri tugu setinggi hampir lima meter, dengan ornamen yang religius-nasionalis tentunya.  Kemudian, sebuah beton bertulang besi melengkung laksana pelangi di atas jalan aspal terhubung antara  bangunan sisi kanan dan kiri.  Pada siis luar beton itu tertulis: Selamat Datang Di Desa Gunung Unyur. Beberapa hari setelah peresmian, lampu hias aneka warna menari-nari. Sepanjang petang hingga pagi menjelang.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun