Tapi, tak sedikit yang mencibir. Bukan lantaran setuju atau tidak dengan dia, tapi tentang sudut pandang. “Enak-enak pensiun, malah nyalon Kades!” ujar Sungkono, pensiunan kepala sekolah yang usianya sepuluh tahun lebih tua dari Tralala.
“Dia ingin bangun desa!” Radinem membalas tanpa memandang suaminya itu.
“Semua orang bisa ngomong membangun desa. Lha, mau mbangun pake duit darimana? wong biar bisa kepilih saja mesti keluar ratusan juta! Besar banget, kan? Cuma dapat nama saja nantinya. Itu kalau jadi. Nah, kalau gagal…!!!”
Tetapi, jika ada suara-suara seperti itu, yang seolah menyepelekan Tralala, orang-orang berpengaruh di lingkarannya mendekati orang-orang tersebut. Atau setidaknya mencatat mereka, hingga akan diketahui berapa kekuatan yang mendukung, menolak atau masa bodoh. Tim sukses inilah yang akan merancang aksi untuk mempengaruhi mereka.
Sampai pada akhirnya, lewat pemilihan langsung yang di adakan di lapangan desa, Tralala berhasil unggul dengan perolehan lima puluh satu suara dibanding Kades sekarang. Sesuatu yang mengejutkan. Ajaib! Sebelumnya ramai kabar, tidak akan mungkin Tralala bisa mengalahkan Jalitut, si Kades petahana itu. Lelaki pengusaha penggilingan padi itu telah mengerahkan lima dukun dengan berbagai ajiannya agar bisa menghadang kekuatan Tralala. Jalitut yang merasa masih pantas menjadi orang nomor satu di Gunung Unyur, akhirnya tersungkur pedih.
***
Awal-awal masa kerjanya sebagai Kades, ia menggenjot selesaianya dua tugu di perbatasan desa yang dilalui jalan kabupaten. Sebuah simbol bahwa keduanya adalah pintu gerbang. Inilah monasnya desa kita, katanya setiap dia ditanya mengapa membangun tugu itu. “Bukan sekedar bangunan tugu biasa, tapi ada pesan yang terpancar tentang karakter masyarakat kita. Jadi, disainnya dibuat religius. Ada kubah di sisi kanan dan kiri. Ada lambang merah putih; sebagai jiwa nasionalis kita sebagai bangsa".
Pastilah, semua pendukungnya mengangguk-angguk mendengarnya.
Darimana anggaranannya, seseorang bertanya. “Itu dari uang pribadi. Ini tanda mata untuk tanah kelahiran saya. Jangan tanya berapa besarnya. Ini pemenuhan nazar saya dulu, jika terpilih".
Sampai pada waktunya, kedua tugu itu selesai, dan Bupati berkenan meresmikan tugu bercat hijau tua dengan garis-garis putih pada bagian tertentu. Sisi kanan dan kiri tugu setinggi hampir lima meter, dengan ornamen yang religius-nasionalis tentunya. Kemudian, sebuah beton bertulang besi melengkung laksana pelangi di atas jalan aspal terhubung antara bangunan sisi kanan dan kiri. Pada siis luar beton itu tertulis: Selamat Datang Di Desa Gunung Unyur. Beberapa hari setelah peresmian, lampu hias aneka warna menari-nari. Sepanjang petang hingga pagi menjelang.
***