Maka lewat kesempatan ini, saya menyampaikan apa yang ingin saya lakukan jika terpilih nanti, katanya dengan wajah berseri. Malam terlihat cerah waktu itu. Lampu berpendar di beberapa sudut tempat pertemuan yang seluruh kursi tampak terisi. Warga yang hadir menyimak santai penuh hikmat. Kotak kertas putih berisi makanan ringan di pangkuan, satu demi satu berpindah ke mulut.
Satu program besar, ungkapnya. Kita harus mengubah lapangan bola untuk bukan lagi jadi arena kebo gupak! Hadirin pun terbahak. Dari saya kecil, lapangan bola kita becek. Bikin betah kerbau berlumpur! Saya ingin; kelak kita punya stadion. Tidak perlu besar-besar, Secukupnya saja. Pernahkah Bapak-bapak mendengar sebuah desa di kabupaten ini punya stadion?
“Belum…belum…belum…!!!” Hampir serempak mereka menjawab seragam. Nah, Itulah, mengapa saya berpikir ke situ. Saya sudah menemui satu teman saya. Dia mahir menggambar bangunan dan dia telah merampungkan disain stadion itu, terangnya semangat.
“Stadion…..?!” Orang-orang saling bergumam.
Tralala meminta anaknya, yang saat itu mendampingi dalam pertemuan itu, untuk membawa gambar rencana stadion kepadanya. Sesudah di tangannya, ia mencari ujung kertas. Kertas yang dilipat agak tebal. Lantas membentangkan selebar tangannya yang terbentang. “Inilah gambar stadion itu…!” Suara Tralala membelalakkan mata yang hadir.
“Dari stadion inilah, saya berharap, kelak akan lahir bibit-bibit pesepak bola nasional dari desa ini!” Hadirin riuh bertepuk tangan.
“Maka, mohon dukung saya untuk mewujudkan ini. Masalah dana, kita bisa pikirkan nanti. Selalu ada jalan jika kita kerja sama.”
Programnya apalagi? Seorang yang mengenakan kaos lengan panjang sebuah partai bertanya.
Oh, tentang Pasar Pahing, pasar kita itu. Pasar desa akan kita renovasi agar lebih layak, tidak pengap, dan harus bersih. Kita buat tembok keliling agar aman dari pencurian. Kita buat kantor untuk pengurus pasar. Semua harus teratur agar tidak kumuh. Setuju, kan?
Serempak hadirin menjawab: Setujuuuu…..!
Semenjak itu, makin hari makin menguatlah dukungan kepadanya. Orang-orang banyak yang bertandang ke rumahnya. Mereka memberi usulan ini atau itu. Makin hari makin melelahkan saja, karena menyita waktu istirahatnya. Tralala mengerti, tiap kedatangan tamu lelaki, ia mesti menyiapkan sebungkus rokok untuk oleh-oleh.