“Jika setiap hari makan ikan ini, itu sebuah kemewahan. Padahal kita ini keluarga sederhana. Bahkan cenderung sedang miskin.”
Mendengar kata kemewahan, anak-anak lantas lahap menyantap tanpa sendok menu makan malam itu. Sebutir nasi pun tak tersisa di piring. Bahkan, karena ingin mensyukuri nikmatnya makan uceng, anak-anak itu menjilati jari-jari kanannya. Temanku terkesima dibuatnya.
“Nah, pada jari-jari itu ada keberkahan dari yang kamu makan malam ini,” lanjut temanku yang sepertinya tengah teringat sebuah hadits Nabi.
9.
Suatu ketika menjelang maghrib ia melintas di tengah kota dengan motor vespa PX-nya. Mendekati perempatan yang ramai, ia merasakan laju kendaraannya tak enak. Mmm, ban depan kempes. Temanku yakin, itu pasti bocor. Dituntunlah motor gaek itu menuju tukang tambal ban. Beruntung, tak sampai 50 meter, ia menemukan kios tambal ban yang masih buka. Agaknya, tukang tambal ban kurang berkenan menyambutnya. Maklum, menangani motor vespa cukup lama. Apalagi jelang maghrib, enaknya istirahat.
Tapi mungkin karena kasihan, lelaki itu mau menerima pekerjaan itu. “Kalau yang bocor roda belakang, aku pasti menolak,”kata tukang itu.
Memang lama, membongkar dan memasangnya. “Berapa ongkosnya?” tanya temanku.
“Dua belas ribu saja.”
Temanku menyerahkan lembaran 20.000 perak. “Silakan ambil semua. Terima kasih sudah menolong.” Baginya ia sedang mujur. Andai kios itu tutup atau orang itu tidak mau, dirinya bakalan tidak sampai rumah malam itu. Padahal perjalanan masih jauh, dua puluh kilo lagi.
“Semoga bensinnya cukup sampai ke rumah,” gumamnya.
10.