Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Es Dawet Trotoar Sudirman

13 Februari 2016   13:56 Diperbarui: 1 April 2017   08:57 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Katanya, ia pernah bimbang dengan mimpi yang hadir saat tidur malamnya. Seseorang berjanggut putih, bersorban dan berjubah putih berkata padanya,”Buat saja dawet.” Dalam mimpi itu, lelaki bersorban mengajarinya. Semua bahan seketika sudah di hadapannya. Membuatnya pun terlihat mudah dan cepat.

Lelaki itu terpana dengan cahaya pada sekujur tubuh lelaki bersorban itu. Setelah selesai, ia pamitan, dan menghilang laksanana kilatan cahaya. Mimpi pun berakhir.

Betapa aku akhirnya mengenang masa-masa itu. Sekian tahun kemudian, anak lelakiku mengeluhkan tentang  pelajaran matematika dan fisika.

“Pusing Pak, tiap hari makan rumus dan angka!” Wajahnya murung.

Ah, kenapa juga ia mengikuti jejak Bapaknya, batinku. Aku sedikit kecewa pada Tuhan, kenapa kemampuan eksakta anak ini dimirip-miripkan dengan keterbatasan orang tuanya sewaktu sekolah.

Tapi. “Tenang saja,” kukatakan dengan lembut pada anak itu.

Dengan bersepeda motor berboncengan, aku dan anakku mendatangi kota tempatku dulu bersekolah. Hampir tiga puluh kilo menempuhnya dari rumah. Sasarannya perempatan Pasar Besar. Kemudian ke arah barat dan memarkir motor di depan sebuah toko emas.

“Kita beli es dawet itu.” Aku mengajak anakku mendekat.

Terlihatlah seorang perempuan yang sudah tidak muda lagi tengah menunggu satu pikul dagangan dengan riasan cat hijau muda pada wadah anyaman bambu, sebagaimana aku dulu melihatnya.

“Orangtua kami sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Akulah yang melanjutkan usaha ini.” Perempuan itu menjawab pertanyaanku: Apakah Ibu anak dari orang tua yang bertahun-tahun jualan es dawet di tempat ini?”

Aku tak bilang pada anakku, kenapa mesti jauh-jauh membeli es dawet di sini. Aku hanya ingin, dawet itu bekerja secara alamiah tanpa sugesti dari Bapaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun