Akan tetapi, entah ide datang dari mana dan dicetuskan oleh siapa, empat orang lelaki beristri bersekongkol mencuri pakaian dalam perempuan perawan itu.
Nona Noni bisa tahu ada yang ganjil untuk urusan 'daleman'. Asal tahu, pakaian dalam miliknya semua diberi nomor urut dengan spidol permanen. Dia tumpuk di lemari sesuai nomor urut. Jadi, ketika tidak ada, ia cepat mengetahui. Pada minggu pertama, BH nomor urut 5 hilang. Beberapa waktu kemudian, sempak nomor urut 9 yang hilang. Setiap minggu selalu saja ada yang lenyap tak jelas rimbanya.
“Ada yang mencuri?” ia mulai curiga. “Masak sih, mencuri pakaian dalam!” Antara percaya atau tidak, tapi kenyataannya demikian. Maka ia segera mendatangi Bu Sanusi, istri pemilik kontrakan.
“Waduh, Nona Noni. Ibu malu mendengarnya. Mencuri kok daleman perempuan?”
“Tapi begitulah, Bu Haji. Setiap saya mengambil jemuran di depan kontrakan, selalu ada daleman yang hilang. Kenapa nggak ambil celana jeans saja, kan itu mahal.”
***
Situasi rapat tertutup pengurus RT masih mendengarkan argumentasi dari berbagai sudut pandang: yuridis, sosiologis dan psikologis.
“Alangkah baiknya kita lapor ke polisi saja, biar ada efek jera.” Pak Seksi Keamanan bicara.
“Jangan, malulah kita. Nama baik warga RT, secara keseluruhan harus dijaga.”
“Kalau polisi bisa menemukan dua alat bukti yang cukup, mereka pasti menetapkan status tersangka, mengajukan ke Kejaksaan. Wah, kita semua akan dibikin repot!”
“Bagaimana kalau orang yang terindikasi mencuri, kita dekati. Suruh minta maaf!”
“Tapi bagaimana memastikan orang itu. Tanpa petunjuk yang kita miliki, kita bisa dituduh memfitnah.”