"Tak usah diambil rasa. Si Gelagah itu ge-er, merasa anak emas, sok cakep. Aku tak sedikit pun suka dengan perangainya"
"Sudah beberapa kali Gelagah berusaha mengungkapkan rasa cinta, tapi aku langsung menolak"
Lama-kelamaan aku pun mulai kuatir. Kelakuan Gelagah mencurigakan. Kekuatiran yang besar dari rasa cintaku pada Ijuk yang besar juga.Â
"Kamu harus hati-hati di rumah"Â Aku ingatkan Ijuk, saat ia istirahat.
Beberapa kali melihat berita televisi menjadikanku sensitif. Banyak korban pemerkosaan dan pembunuhan dilakukan oleh mereka yang dekat dengan korban. Aku paham situasi rumah. Seringkali, rumah sepi dan hanya Ijuk dan Gelagah yang ada di dalam. Aku mewaspadai, hal ini bisa terjadi pada Ijuk.
"Memang kenapa, sepertinya kamu mengkuatirkanku?" tanya Ijuk
Aku tak memberi penjelasan dasar kekuatiranku. "Yang penting hati-hati saat rumah sepi! Kalau si Gelagah mendekatimu, kamu menghindar. Pergi ke belakang. Dia tak mungkin mengejarmu. Di belakang banyak coro, kecoa. Dia takut banget!"
Belakangan ini sikap Tuanku kurang bersahabat. Aku sering diperlakukan tidak layak. Ditaruh di kereta seenaknya. Dilempar ke tempat peristirahatanku seenaknya. Tidak pula dimandikan sebagaimana biasa. Aku mencoba bersikap tenang. Tidak meronta sedikit pun. Aku kuatir, jika ini diketahui pihak lain, Tuanku bisa dilaporkan melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Lantas Ijuk bilang padaku,"Gelagah sudah memfitnahmu"
"Memfitnah?"
"Iya, memfitnah. Kamu dilaporkan ke Tuan, katanya kamu lagi jatuh hati pada Jeng Sutinah"