Foto: pemudawirausaha.com
________________________________________________
Aku teramat senang, Tuan membawaku jalan-jalan ke tempat kerja. Tempat yang menjadikannya mendapatkan uang pada akhir bulan. Aku berada di atas kereta roda dua yang ditariknya. Kadang posisiku bersandar, kadang merebah. Dua kali waktu kami berdua melakoninya, setiap hari.
Kali pertama selepas shubuh. Aku menemaninya saat hari masih sepi, agak gelap. Lalu lintas belum padat. Dingin tak kami hiraukan. Kewajibannya satu, menjadikan jalan-jalan protokol bersih. Terlihat indah dan menyenangkan.
Kali kedua sesudah pukul sembilan malam. Yang ini bukan di jalan protokol, tapi taman kota. Aku paling kurang suka di sini. Tempatnya remang-remang. Aku risih. Banyak anak muda yang pacaran. Berangkulan. Cium-cium. Bahkan tangan selonongan.Â
Lihat yang seperti ini, aku pilih tutup mata saja. Tapi Tuanku tidak. Ia sudah kebal. Sudah tua. Sudah kehilangan gairah. Tenaganya terlampiaskan untuk kerja. Paling banter ia baca istighfar.
Belum lama ini aku girang bukan kepalang. Tuanku dapat penghargaan. Menjadi pekerja kebersihan terbaik. Pak Walikota yang langsung memberi. Ya, kotaku memperoleh Adipura. Dan, aku bangga, menjadi bagian dari pencapaian itu.
Kedekatan dengan Tuanku diawali empat bulan yang lalu. Aku dibawanya dari kios perabot alat rumah tangga. Ia bayar dua belas ribu rupiah. Itu uang kantor.
"Mau dinota berapa? Dua puluh ribu?"
Pemilik kios itu menawarkan jumlah lebih pada nota barang. Tapi tak diiyakan oleh orang yang baru aku lihat di kios itu.
"Tulis saja apa adanya. Dua belas ribu"