"Lihat, Pak!"
"Terus, sekarang di mana?" Kardiman cepat bertanya lagi ke arah putrinya.
Baru kali ini Lela melihat, Bapaknya seperti kebakaran jenggot hanya untuk urusan kelapa muda. Padahal, sebagai penderes, kelapa muda menjadi barang biasa.
"Sudah saya minum, Pak. Tadi sepulang sekolah. Haus banget"
Jawaban Nurlela membuat pingsan Bapaknya. Istrinya menjerit melihat suaminya jatuh tak sadarkan diri. Lela bergegas keluar rumah dan berteriak minta tolong tetangga.
Siang yang beranjak petang menjadi riuh. Lima orang sudah langsung berlari menuju rumah Kardiman. Diangkatnya lelaki berkulit hitam dan rambut ikal itu ke ruang tengah. Direbahkan di atas dipan kayu kecil yang beralaskan tikar daun pandan.
Beberapa perempuan mengipasi Kadiman. Yang lain mengolesi hidungnya dengan minyak kayu putih. Kardiman pun akhirnya siuman.
"Mana Lela. Nurlela anak saya?" kata Kardiman seketika sadarkan diri
Sekerumunan tetangga yang dekat Kardiman saling menoleh ke arah Lela. Ia pun mendekat ke samping Bapaknya dengan isakan tangis yang tak terbendung.
"Kelak kamu akan jadi dokter, Lela"
Nurlela hanya terdiam. Kardiman mendekap anak perempuannya erat-erat. Dipandanginya wajah sang anak dengan keteduhan seorang Bapak. Dituliskan dibenaknya harapan-harapan untuk masa depan anak perempuan dan satu-satunya itu. Dipupuskannya kegalauan-kegalauan yang kerap hadir pada lamunan istrinya.