Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pohon Terakhir

31 Juli 2015   21:46 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:07 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kini Kardiman tengah berada di desa seberang.  Empat kilo arah selatan dari desanya.  Ia tinggalkan istri dan anaknya saat matahari masih menyembulkan sedikit pancaran sinarnya.  Ia tidak bisa melihat  sang anak memulai hari pertamanya ke sekolah.  Hanya berpamitan kepada istrinya.

Ia pentingkan menjalankan kegiatan rutinnya.  Menderes.  Memanjat dan menuruni pohon kelapa.  Mengambil nira yang sudah ada pada bumbung yang berada di bawah manggar.  Pohon demi pohon.  Hingga dua dirigen besar yang ada di kedua sisi jok motornya penuh.

Kini ia di pohon terakhir.  Di pekarangan yang jauh dari pemukiman penduduk.  Matahari hampir dua puluh lima derajar tepat di atas kepalanya.  Kakinya sudah menapak pada bagian pangkal batang daun.  Tangannya baru saja menyentuh manggar.  Namun ia terhenti meraih bumbung yang hampir dijangkaunya.  Ada suara yang masuk ke telinganya.  Hingga Kardiman menoleh ke kanan dan kiri.  Bahkan ke bawah pohon sekalipun. 

Tak ada siapapun, batinnya.  Tangannya ia garuk-karukkan ke rambut sekitar ubun-ubunnya.  Heran.

"Ambil satu kelapa muda yang ada di kananmu.  Cepat!  Sekarang!"

Suara itu terdengar keras.  Ia jadi timbul rasa takut.  Suara darimana di siang bolong.

Ia turuti saja perintah itu tanpa pikir panjang.  Ia pegang ujung bawah kelapa.  Dipuntir sedikit demi sedikit. Memutar dan kemudian terlepas dari penggantungnya.

"Bawa pulang.  Kasih minum ke anakmu.  Kelak ia akan jadi dokter!" Suara itu kembali Kardiman dengar.

Ia tidak jatuhkan kelapa muda itu.  Ia turunkan dengan mendekapkan tangan kanan pada sisi tubuhnya.    Ditaruhnya kemudian dekat dengan dirigen di badan motor.  Erat-erat ia mengikatnya.

Secepatnya motor dihidupkan.  Ia arahkan pulang ke rumahnya.  Tak bisa kecepatan motor memenuhi keinginannya.  Beban nira dalam dirigen memperberat laju kendaraan.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun