“Mbak … pakai hape yang ada kameranya, kan?” tanyanya.
Aku mengangguk perlahan. Zaman sekarang mana ada ponsel yang tidak berkamera?
Dia lalu sibuk dengan tusuk giginya.
Apa maksud pertanyaannya itu? Aku tertegun. … Jangan-jangan … dia minta kufoto? Masa sih?
Tetapi … bukankah ini kesempatan bagus? Aku melihat wajahnya … memang sebaiknya dia kufoto. Itu yang paling baik! Tetapi aku tidak sanggup melakukannya. ‘Orang’ ini …
Kuperhatikan Pak Mansur, si penjual soto. Dia tampak tidak terganggu dengan kehadiran ‘orang’ ini. Apa yang harus kulakukan? Tidak mungkin kan aku main foto saja, padahal ‘orang’ ini adalah orang asing alias tidak kukenal – ya maksudku dalam kondisi seperti ini, bukan dalam kondisi mati dan dibedah di ruang otopsi.
“Mbak … bingung?” tanyanya lagi.
Aku terdiam. Menoleh ke arahnya pun tidak. Aku gemetar … gugup … cemas …
“Bolehkah kupinjam hapenya? Aku ingin difoto …” katanya lagi.
Hah? Aku tercengang – tetapi tetap tidak menoleh. Dia ingin difoto? Aneh betul! … tetapi bukankah ini kesempatan bagus?
Aneh atau tidak biarlah, tidak usah kupikirkan. Seperti terhipnotis, kusodorkan ponselku ke arahnya.