“Ah, ya, silakan,” jawabku sambil menganggukkan kepala dan tersenyum.
Suaranya terdengar tidak wajar, seperti tercekat – agak parau. Mungkin ada sesuatu di lehernya atau ia sedang sakit tenggorokan
Ia makan dengan perlahan. Entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang familiar pada diri orang ini. Firasatku mengatakan demikian – dan firasatku jarang salah. Perasaanku tergelitik untuk terus memerhatikan orang itu. Dia memakai jaket dengan bahan sintetis berwarna gelap dan bagian tangan digulung hingga siku. Di lengan kanannya tampak tato bergambar hati berwarna merah muda … ‘Deg!’ Tiba-tiba jantungku seperti berhenti dan bulu kudukku rasanya berdiri. Tato itu kan … Aku sebenarnya merasa takut, tetapi kupaksakan juga memerhatikan dengan lebih teliti tangan orang itu. Tato bukan satu-satunya ciri, ada yang lain … ‘Deg!’ Kembali aku merasakan dadaku seperti tertekan. Kuku jari tengah dan jari manis tangan kanan orang itu berwarna hitam sebagian.
“Orang ini sepertinya disiksa sebelum dibunuh,” demikian yang dikatakan dokter Panji waktu itu. “Jari tangannya – jari tengah dan jari manis sepertinya ditindih dengan kaki kursi, makanya kukunya berwarna hitam. Tidak terlalu kuat tapi cukup menimbulkan pendarahan di dalam.”
Dan ‘orang’ ini juga sepertinya sangat menyukai bawang putih goreng.
Aku terdiam tidak tahu harus berbuat apa. Apa benar … orang di sampingku ini adalah mayat … tepatnya arwah dari mayat yang sedang kami otopsi?Aku tidak pernah percaya takhayul segala macam. Aku adalah wanita pemberani – demikian perkataan yang sering kudengar dari rekan-rekanku. Tetapi entah kenapa sekarang …
Aku teringat akan apa yang pernah dikatakan dokter Panji – walaupun aku tidak memercayainya. “Ada kalanya si almarhum berusaha memberitahukan orang lain – siapa yang membunuh dia, melalui cara-cara tertentu yang tidak lazim. Dia tidak ingin mati penasaran. Tetapi, ya, tidak selalu sih. Boleh dibilang peristiwa mistis semacam itu jarang terjadi,” demikian kata dokter Panji.
Ah! Nyaris aku berteriak. Sesuatu yang dingin menyentuh tanganku. Ternyata ‘orang’ aneh di sampingku yang melakukannya.
“Maaf, bisa tolong tusuk giginya,” katanya dengan suara serak.
Aku tidak menjawab, tidak mengangguk, tetapi kusodorkan tusuk gigi itu padanya.
Ia menatapku – pandangannya seperti tatapan kosong, entah ia sebenarnya melihatku atau tidak, aku sudah tidak sanggup berpikir.