Angga tertawa.
"Ngomong-ngomong, Ami, apa rencanamu nanti?" tanyanya.
"Maksudnya?" Ami tak mengerti.
"Itu... mau kuliah atau kerja atau mau langsung nikah... Â Hei! Â Aduh, duh! Â Aduh!" pemuda itu tak sempat menyelesaikan ucapannya karena Ami keburu melempar benda-benda yang ada di dekatnya.
"Biar rasa!" cibir Ami. "Itu akibatnya kalo sembarangan ngomong."
"Sakit, nih," Angga meringis sambil mengusap-usap kepalanya yang kena timpuk sebuah kubus rubik. Â "Semoga suamimu nanti tabah... Â Aaa! Â Nggak nggak! Â Iya, iya, ampun! Â Ampuun!" Angga berteriak tatkala dilihatnya Ami bersiap melempari dirinya dengan benda-benda di sekitarnya.
"Awas kamu ngomong gitu lagi," ancam Ami.
Angga meringis. Â Ia kemudian beranjak ke sudut ruangan dan mengambil segulung lakban untuk menutup satu lagi kardus yang sudah penuh terisi.
"Tapi serius, apa rencanamu?" Angga mengulang pertanyaannya.
"Hmm...," Ami menerawang, "sejujurnya, aku belum punya rencana."
"Hah? Â Serius?" Angga terbelalak, "Bohong, kamu."