Putus cinta dari Lintang membuat Rian gundah, apalagi gadis itu terkesan menjauhinya setelah mereka putus. Dalam keadaan itu, Rin yang masih menyukainya hadir dan mampu menumbuhkan lagi perasaan Rian pada gadis tersebut. Dan tepat setelah mereka nonton bareng, Rian menyatakan perasaannya pada Rin. Mereka pun jadian!
CHAPTER 13
“Bener kamu nggak mau ikut? Banyak cewek lho di sana.”
Di sebuah lobi apartemen terlihat seorang pemuda sedang berbicara dengan kawannya.
Yang diajak bicara hanya tersenyum kecil,
“Lain kali aja. Sekarang aku harus memastikan sesuatu,” ujarnya.
“Kamu ini masih nggak bisa move on ya?” kawannya memastikan.
“Bukan masalah move on atau nggak, tapi ada kesalah-pahaman yang perlu diperbaiki antara aku sama dia.”
“Terserahlah,” si kawan mengangkat bahu, “Kalo bukan karena kamu sahabat karibku, aku pasti ngira kamu masih terobsesi sama dia. Ini sudah dua tahun, Niko. Okelah, aku jalan dulu, bye!”
Pemuda yang dipanggil “Niko” itu memandang kepergian kawannya, kemudian mengambil dompet dari saku belakang celananya. Di dalamnya ada foto seorang gadis cantik sedang tersenyum.
Lintang, akhirnya aku tau kamu tinggal di mana.
Jarum jam sudah menunjukkan angka 11 malam itu namun Niko tak peduli, dia bergegas menuju tempat parkir. Dikeluarkannya Kawasaki Ninja 1000 warna hitam miliknya dan melesat menembus malam yang pekat dan dingin.
* * *
13 missed calls?
Rin heran melihat ada sebanyak itu panggilan tak terjawab di ponselnya.
Baru aku tinggal mandi sebentar aja sudah ada miss call sebanyak ini. Apa ini dari Rian?
Membayangkan telepon itu berasal dari Rian membuat Rin tersenyum sendiri.
Padahal baru pisah sebentar aja, aku udah kangen gini sama dia. Mungkin dia juga merasakan hal yang sama.
Tepat pada saat itu ponselnya berbunyi.
Tuh kan dari Rian…
Dengan perasaan berbunga-bunga Rin mengangkat teleponnya,
“Halo Rian?”
“Hai Rin, lagi ngapain? Tunggu biar kutebak, kamu baru selesai mandi ya?” terdengar suara Rian dari ujung telepon.
“Haha bener!” Rin tertawa, “Kok kamu tau sih?”
“Ya taulah, ‘kan wanginya sampe sini.”
“Gombaal!” tukas Rin manja, “Tapi tadi maaf ya, waktu kamu nelepon tadi aku memang lagi mandi jadi nggak bisa jawab teleponmu.”
“Eh?” Rian terdengar heran, “Kamu salah, ‘kali. Aku baru sekarang ini nelepon kamu karena aku juga belum lama nyampe rumah…”
“Hah? Masa’?” Rin juga sama herannya.
Kalo gitu, siapa yang miss call tadi?
“Atau…” goda Rian, “…itu Rian yang lain ya hehehe…”
“Rian! Kamu itu…” Rin merajuk.
Lewat telepon, kedua remaja yang sedang dimabuk cinta itu melanjutkan percakapan mereka.
Tapi siapa yang tadi miss call sebanyak itu?
* * *
“Maaf Mas Niko, kami nggak bisa mengijinkan Mas bertamu malam-malam begini.”
Saat itu Niko sudah tiba di kediaman Ani Hadikusumo, maksudnya untuk bertamu tidak diizinkan oleh pihak keamanan di rumah besar tersebut. Saat itu ada 3-4 orang petugas keamanan yang berjaga di depan rumah.
“Tapi dari tadi saya sudah bilang kalo saya keponakannya tante Ani, nama saya Niko Putra Sanjaya,” pemuda itu bersikeras.
“Kami tau, Mas. Kami sudah mengecek di database kami,” ujar salah seorang petugas keamanan, “Tapi ini peraturan yang berlaku di sini. Siapapun yang tidak memiliki kepentingan darurat atau tidak memiliki janji sebelumnya, tidak bisa bertamu setelah jam 11 malam.”
“Maaf Mas Niko, ini sudah aturan dari bu Ani. Kami hanya menjalankan tugas,” petugas yang lain menimpali.
Niko geram, tapi dia tidak putus asa.
“Kalau gitu, apa saya bisa bicara sama tante Ani?”
Kedua petugas di hadapan Niko saling pandang, kemudian salah satu dari mereka mengontak rekannya melalui walkie-talkie menggunakan istilah-istilah yang khas. Saat itu sudah jam 23.45.
Beberapa menit kemudian seorang petugas keluar dari posnya dan menghampiri Niko,
“Mas Niko, ibu mau bicara sama Mas lewat telepon. Silakan.”
Dengan diantar seorang petugas, Niko memasuki Pos Keamanan.
“Halo bu, maaf, ini Mas Nikonya,” petugas tersebut berbicara sebentar kemudian menyodorkan gagang telepon pada Niko yang segera menyambarnya.
“Malam tante Ani, apa kabar?” sapa Niko.
Setelah terlibat dalam percakapan basa-basi, Niko mengutarakan tujuan kedatangannya malam-malam begini,
“Sebelumnya maaf tante, Niko langsung saja. Niko dapat kabar kalau Lintang tinggal sama tante di sini. Apa betul?”
Di ruangannya, Ani Hadikusumo menyipitkan mata mendengar pertanyaan Niko.
“Itu betul. Sudah lama Lintang tinggal di sini semenjak pindah dari Jogja. Kamu tau alasannya? Kami berusaha keras untuk menyembuhkan traumanya.”
Nada suara tante Ani terdengar dingin, Niko menyadari itu. Karenanya pemuda itu merendahkan nada bicaranya,
“Niko benar-benar minta maaf soal itu. Karena itu Niko kemari untuk memberikan penjelasan pada Lintang soal kejadian tersebut…”
“Penjelasan apa? Semuanya sudah jelas toh?” sergah tante Ani.
“Tante Ani, maaf. Selama ini tante belum tau kebenarannya…”
“Kebenaran apa?! Wong kejadiannya sudah jelas kok. Kasusnya juga sudah jelas lenyap gitu aja tanpa penyelesaian,” suara tante Ani mulai meninggi, “Tante nggak peduli dengan kebenaran. Yang tante tau Lintang datang ke sini dalam keadaan trauma, trauma yang sampai sekarang belum hilang juga. Dan sekarang kamu datang ngomong soal kebenaran?! Musnahkan dulu video itu baru kamu bisa ngomong soal kebenaran. Sanggup kamu?”
Niko tercekat,
“Menghapus video itu? Tapi… itu nggak mungkin tante…”
Dari seberang telepon, suara tante Ani terdengar dingin dan menusuk hati Niko.
“Kamu mau Lintang ngertiin kamu tapi kamu sendiri nggak mau ngertiin kondisi Lintang. Itu namanya egois bukan? Maaf, tante nggak bisa ijinin kamu nemuin Lintang karena tante yakin keadaan malah jadi tambah buruk. Kamu ngerti?”
Niko merasa putus asa,
“Ngerti, tante. Ma…”
“Tante belum selesai bicara…” potong tante Ani, “Kamu bisa ninggalin nomer telepon kamu ke sekuriti di depan sana biar nanti mereka yang nyampein ke tante. Nanti tante sampein nomer kamu ke Lintang. Selanjutnya terserah Lintang, apa dia mau nyimpen nomer kamu atau malah langsung dibuang. Gimana?”
“Baik tante, terimakasih.”
“Sekarang kamu pulang saja, Niko. Dan akan lebih baik kalau sementara kamu menjauh dari rumah ini.”
“Iya tante, terimakasih.”
Klik!
Telepon ditutup.
Niko melangkah dengan gontai.
* * *
“Bye Rian, love you…”
Rin menutup teleponnya. Saat ini dia sedang sangat bahagia. Tapi di sisi lain dia juga penasaran,
Siapa yang tadi miss call?
Rin kembali membuka ponselnya untuk mencari tahu siapa yang tadi miss call. Dan… sederetan angka tanpa nama tampil,
Siapa ini? Aku nggak kenal dia tapi nomer ini kaya’nya aku tau…
Lama dipandanginya nomor tersebut, nomor yang tidak ada di phonebooknya,
Apa aku telepon aja ya? Barangkali ada sesuatu yang penting…
Rin bimbang…
Tapi ini sudah malam.
Tapi gimana kalo ada hal penting?
Apa aku tunggu aja sebentar lagi?
Pada akhirnya gadis itu kemudian mengambil keputusan untuk mengirim pesan ke nomor tersebut,
“Malam, ini siapa? Maaf, tadi aku nggak denger bunyi telepon.”
Rin menunggu. Semenit. Lima menit. Sepuluh menit. Setengah jam.
Hah! Mungkin telepon iseng atau nyasar. Sebaiknya aku tidur.
Tepat pada saat itu ponselnya berbunyi memberi tanda ada satu pesan masuk.
Dari nomer yang tadi!
Ketika membaca pesan tersebut, wajah Rin pucat! Hampir saja dia melempar ponselnya karena terkejut!
Mau apa lagi kamu?!
Dia sama sekali tidak menduga akan mendapat pesan seperti itu.
“Aya. Ini aku.”
Isi pesan tersebut sangat singkat tapi cukup bagi Rin untuk mengetahui siapa si pengirim pesan. Hanya satu orang yang memanggil dirinya dengan “Aya” yang merupakan kependekan dari nama depannya, “Cahaya”.
Tama!
(Bersambung)
Saat Rin sedang diterpa kebahagiaan, Tama datang lewat sebuah pesan singkat. Apakah kehadiran Tama akan mengulang kembali kisah pahit yang pernah dialami Rian? Sementara itu, Niko akhirnya tahu di mana Lintang tinggal, dan dia bermaksud menceritakan peristiwa dua tahun lalu tersebut dari sudut pandangnya. Apakah pada akhirnya Niko berhasil menemui Lintang? Ikuti chapter berikutnya saat Rian, Rin, dan Lintang terjebak konflik batin karena kisah masa lalu masing-masing“Kisah Dua Hati” terbit tiga kali dalam seminggu, Senin, Rabu, dan Jumat…
Kisah Dua Hati #14 : Konflik Batin | Kisah Dua Hati #1 : Straight Set!
Sumber gambar : igre123.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI