Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Dua Hati #13: Missed Calls?

2 Juni 2014   14:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:49 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14014382101138558011


“Maaf Mas Niko, kami nggak bisa mengijinkan Mas bertamu malam-malam begini.”

Saat itu Niko sudah tiba di kediaman Ani Hadikusumo, maksudnya untuk bertamu tidak diizinkan oleh pihak keamanan di rumah besar tersebut.  Saat itu ada 3-4 orang petugas keamanan yang berjaga di depan rumah.


“Tapi dari tadi saya sudah bilang kalo saya keponakannya tante Ani, nama saya Niko Putra Sanjaya,” pemuda itu bersikeras.


“Kami tau, Mas.  Kami sudah mengecek di database kami,” ujar salah seorang petugas keamanan, “Tapi ini peraturan yang berlaku di sini.  Siapapun yang tidak memiliki kepentingan darurat atau tidak memiliki janji sebelumnya, tidak bisa bertamu setelah jam 11 malam.”


“Maaf Mas Niko, ini sudah aturan dari bu Ani.  Kami hanya menjalankan tugas,” petugas yang lain menimpali.

Niko geram, tapi dia tidak putus asa.


“Kalau gitu, apa saya bisa bicara sama tante Ani?”

Kedua petugas di hadapan Niko saling pandang, kemudian salah satu dari mereka mengontak rekannya melalui walkie-talkie menggunakan istilah-istilah yang khas.  Saat itu sudah jam 23.45.

Beberapa menit kemudian seorang petugas keluar dari posnya dan menghampiri Niko,


“Mas Niko, ibu mau bicara sama Mas lewat telepon.  Silakan.”

Dengan diantar seorang petugas, Niko memasuki Pos Keamanan.


“Halo bu, maaf, ini Mas Nikonya,” petugas tersebut berbicara sebentar kemudian menyodorkan gagang telepon pada Niko yang segera menyambarnya.


“Malam tante Ani, apa kabar?” sapa Niko.

Setelah terlibat dalam percakapan basa-basi, Niko mengutarakan tujuan kedatangannya malam-malam begini,


“Sebelumnya maaf tante, Niko langsung saja.  Niko dapat kabar kalau Lintang tinggal sama tante di sini.  Apa betul?”


Di ruangannya, Ani Hadikusumo menyipitkan mata mendengar pertanyaan Niko.


“Itu betul.  Sudah lama Lintang tinggal di sini semenjak pindah dari Jogja.  Kamu tau alasannya?  Kami berusaha keras untuk menyembuhkan traumanya.”

Nada suara tante Ani terdengar dingin, Niko menyadari itu.  Karenanya pemuda itu merendahkan nada bicaranya,


“Niko benar-benar minta maaf soal itu.  Karena itu Niko kemari untuk memberikan penjelasan pada Lintang soal kejadian tersebut…”


“Penjelasan apa?  Semuanya sudah jelas toh?” sergah tante Ani.


“Tante Ani, maaf.  Selama ini tante belum tau kebenarannya…”


“Kebenaran apa?!  Wong kejadiannya sudah jelas kok.  Kasusnya juga sudah jelas lenyap gitu aja tanpa penyelesaian,” suara tante Ani mulai meninggi, “Tante nggak peduli dengan kebenaran.  Yang tante tau Lintang datang ke sini dalam keadaan trauma, trauma yang sampai sekarang belum hilang juga.  Dan sekarang kamu datang ngomong soal kebenaran?!  Musnahkan dulu video itu baru kamu bisa ngomong soal kebenaran.  Sanggup kamu?”

Niko tercekat,


“Menghapus video itu?  Tapi… itu nggak mungkin tante…”

Dari seberang telepon, suara tante Ani terdengar dingin dan menusuk hati Niko.


“Kamu mau Lintang ngertiin kamu tapi kamu sendiri nggak mau ngertiin kondisi Lintang.  Itu namanya egois bukan?  Maaf, tante nggak bisa ijinin kamu nemuin Lintang karena tante yakin keadaan malah jadi tambah buruk.  Kamu ngerti?”

Niko merasa putus asa,


“Ngerti, tante.  Ma…”


“Tante belum selesai bicara…” potong tante Ani, “Kamu bisa ninggalin nomer telepon kamu ke sekuriti di depan sana biar nanti mereka yang nyampein ke tante.  Nanti tante sampein nomer kamu ke Lintang.  Selanjutnya terserah Lintang, apa dia mau nyimpen nomer kamu atau malah langsung dibuang.  Gimana?”


“Baik tante, terimakasih.”


“Sekarang kamu pulang saja, Niko.  Dan akan lebih baik kalau sementara kamu menjauh dari rumah ini.”


“Iya tante, terimakasih.”

Klik!

Telepon ditutup.

Niko melangkah dengan gontai.

* * *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun