Sudah umur segini masih belum bisa naik sepeda...
Membayangkan hal itu saja sudah membuat aku ingin tertawa keras-keras, tapi aku tahan sekuat mungkin. Saking kuatnya, wajahku jadi tampak aneh. Dan Mina tahu itu.
“Iz!” seru Mina, tangannya bersiap memukulku.
Aku pun buru-buru kabur meninggalkan mereka berdua sambil melepaskan tawa yang dari tadi kutahan. Tanpa sadar aku mengambil sepotong kecil tebu dan memasukkannya ke mulutku, menghisap potongan kecil tebu itu, merasakan rasa manis menjalari lidah dan kerongkonganku.
Eh?
Kemudian aku tersadar bulan apa ini..
“HUAAA!”
* * *
5 tahun kemudian…
“Kamu yakin, Iz?”
Mina memandangku tak percaya. Dia mengulangi pertanyaannya,
“Kamu yakin mau kuliah di Jakarta?”
Aku mengangguk mantap.
“Tapi… kenapa? ” tanyanya, “Di sini ‘kan ada kampus yang lumayan bagus.”
“Simpel,” jawabku, “Aku ingin melihat ibukota. Aku ingin tahu seperti apa rasanya tinggal di Jakarta dan jadi orang Jakarta.”
Mina menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kamu kehilangan ‘kan? Kamu kehilangan dia?” desahnya.
“Siapa?” tanyaku tak mengerti.
“Jangan pura-pura, Faiz. Aku tau kamu kehilangan Aida.”
Aku terkesiap.