Tak peduli derasnya hujan, Tama membantu Rin - yang masih tertegun - untuk berdiri. Mereka berdua kemudian berteduh di sebuah pos tak jauh dari situ dalam keadaan basah kuyup.
“Kamu... kenapa kamu ada di sini?” tanya Rin heran. Sudah tidak ada lagi kemarahan di hati Rin terhadap apa yang pernah Tama lakukan dulu padanya.
“Hampir setiap hari aku ke sini,” jawab Tama gugup.
“Masa’?!” Rin semakin heran, “Tapi aku nggak pernah liat kamu. Kamu ada urusan di sekitar sini?”
“Aya...” Tama tampak ragu, “Sebenarnya aku ke sini untukmu...”
Rin terbelalak.
“Untukku? Tapi kenapa?”
Tama memandang Rin.
“Aku minta maaf. Aku bener-bener nggak bisa ngelupain kamu. Aku tau kamu sudah sama orang lain, tapi aku sama sekali nggak bisa menghapus rasa cintaku ke kamu. Dan aku merasakan sakit, di sini...” Tama memegang dadanya.
“Baru kali ini aku merasakannya. Aku sangat mencintaimu dan selalu ingin melihatmu, itulah sebabnya aku sering datang kemari. Tapi saat aku ingat kesalahanku padamu, aku jadi nggak berani nemuin kamu.”
Tama terdiam sejenak,
“Mungkin semua ini pantas buatku, melihat orang yang aku cintai sudah sama orang lain - yang lebih mampu membahagiakannya. Sekarang aku hanya bisa menyesali diriku sendiri...”
Rin menghela nafas.
Jadi begitu...
Mereka berdua terdiam.
Beberapa lama kemudian, hujan sudah tidak sederas tadi.
“Hujannya sudah nggak deres. Aku mau pulang...”
Gadis itu keluar dari pos diikuti pandangan Tama.
Berbahagialah, Aya. Aku memang tidak pantas buatmu.
Mendadak Rin menghentikan langkahnya.
“Tama, kenapa kamu masih di situ?”
Suara itu menyadarkan Tama dari lamunannya.
“Aku masih mau di sini sebentar lagi,” jawabnya.“Dengan baju basah seperti itu?”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!