Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Faiz & Aida #4 : Doa yang Terkabul

23 Juli 2014   14:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:29 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita Sebelumnya :

Faiz berhasil menemui Om Wid dan mendapat cerita bahwa Aida sekarang tinggal di Cimahi menemani ibunya.  Namun Om Wid yang sedang berada di titik nadir kehidupannya mengaku bahwa ia tidak berani menemui keluarganya karena malu akan kegagalannya sebagai kepala rumah tangga.  Keberadaan Aida pun pada akhirnya masih menjadi tanda tanya bagi Faiz meski Om Wid memberikan secarik kertas berisi alamat kakek dan neneknya Aida di Cimahi.


CHAPTER 4

“Dustira, Dustira!  Rumah Sakit Dustira!”


Suara supir angkutan kota itu menyadarkanku dari lamunan tentang Aida.

“Dustira kiri, Mang!” seruku.


Setelah turun dari angkutan kota, sejenak aku merasakan udara Cimahi, sebuah kota kecil yang terletak di sebelah barat Bandung.  Dan sepanjang perjalanan tadi aku banyak menjumpai markas tentara dan pusat pendidikan militer di Cimahi – seperti kata salah seorang teman kampusku yang menghabiskan masa kecilnya di kota ini.  Dia juga yang memberitahuku bahwa alamat yang aku cari letaknya dekat dengan Rumah Sakit Dustira, sebuah Rumah Sakit yang dibangun sekitar tahun 1800-an oleh pemerintah kolonial Belanda.  Melihat arsitektur rumah sakit yang bergaya Eropa tersebut mengingatkanku pada bangunan-bangunan serupa di Tegal, kampung halamanku.

Mendadak aku rindu kampung halamanku.

Aku cuma ingin tau kabar Aida aja, habis itu aku langsung ke Tegal...


Jalan Warung Contong yang aku cari memang tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit Dustira, letaknya persis di sebelah rel kereta api.  Masalahnya, jalan ini ternyata lumayan panjang dan ramai, cukup untuk menguras tenagaku di bulan puasa ini.  Untung saja pada dasarnya Cimahi bukan kota yang terik sehingga aku tidak begitu merasa lelah.

Setelah berjalan agak jauh, aku berhenti di sebuah rumah bertingkat dua.

Apa di sini alamatnya?


Aku mencocokkan alamat yang aku dapat dari Om Wid dengan alamat rumah ini.

Cocok!


Dengan mengucap ‘bismillah’ dalam hati, aku pun menekan bel dan menunggu beberapa detik.

Tak ada respon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun