Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ada Cinta #7: Sebuah Ajakan

26 September 2014   14:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:27 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14116762111330812149

Sinopsis :

Angga seorang siswa kelas XII pada suatu hari kedatangan seorang gadis cantik bernama Kissa Nayla.  Nay terkena amnesia sehingga tak bisa mengingat masa kecilnya, karena itu gadis cantik tersebut sementara tinggal di rumah orangtua Angga untuk memulihkan ingatannya.  Namun selama kebersamaan mereka, beberapa kali Angga merasa ada keanehan pada diri Nay.  Keanehan apa?  Bahkan Novan - teman masa kecil Angga - juga merasakan hal yang sama.


CHAPTER 7

Pagi hari itu di tempat parkir sepeda SMU Negeri 13...

“Makasih, Ngga,” ucap Nay saat ia turun dari sepeda Angga.

“Sama-sama,” balas Angga.


Tanpa terasa sudah hampir satu bulan keduanya berangkat dan pulang sekolah bersama atau lebih tepatnya Nay membonceng Angga.  Selama itu pula mereka saling berbagi cerita, merasa semakin dekat satu sama lain.

“Aku duluan,” seru Nay.

“Oke,” sahut Angga, “Sampe ketemu nanti pulang sekolah.”


Saat Angga memarkir sepedanya, dilihatnya Ami yang juga baru datang.  Gadis berkacamata itu tersenyum melihat Angga,

“Pagi, Angga.”

“Pagi, Ami.”

“Nay mana?” tanya Ami lagi.

“Oh, dia sudah duluan ke kelasnya,” jawab Angga.


Di sekolah barunya, Nay akhirnya memutuskan ikut Klub Perpustakaan - organisasi yang diketuai oleh Ami.  Masuknya Nay ke klub tersebut membuat Ami beberapa kali mengunjungi rumah Angga sehingga ia bisa menampik kabar yang beredar di kalangan murid-murid kelas XII bahwa Nay dan Angga tinggal serumah.

Sejujurnya, kedatangan Nay membawa dua sisi bagi Ami.  Di satu sisi Ami memiliki sahabat baru, namun di sisi lain ia merasa kehilangan perhatian Angga.  Ami sudah tahu bahwa Angga menyukainya - setidaknya sampai kedatangan Nay yang disebut Angga sebagai teman masa kecilnya.

Apa aku juga sebenarnya menyukai Angga? Batin Ami.

“Ami?” Angga memanggilnya, “Kita bareng yuk!”


Gadis itu tersenyum dan mengangguk.

* * *

Kelas XII.MIA.1, jam pelajaran ketiga...

Sejak jam pelajaran pertama tadi, Novan terus memperhatikan Nay.

Hari ini seluruh pertanyaanku harus terjawab!


Selama ini pemuda tegap tersebut melakukan penyelidikan untuk menjawab rasa penasarannya akan jati diri Nay.  Ia menghubungi teman-teman masa kecilnya, mengunjungi sekolahnya dulu, bahkan bertanya pada orang-orang yang dinilainya tahu masa kecil Nay.

Dan jawabannya jelas!

Novan mengambil secarik kertas, menuliskan sesuatu di atasnya, kemudian meremas kertas tersebut dan melemparnya ke meja Nay.

Lemparan kertas itu memecah perhatian Nay.  Ia menoleh, kemudian membuka dan membaca isi kertas tersebut.

“Nay, ada sesuatu yang mau aku obrolin sama kamu.  Jam istirahat pertama nanti bisa?

-Novan-“


Gadis itu terdiam sejenak.

Novan mau ngomong soal apa?


Ia mengambil bolpoinnya dan menuliskan sesuatu di remasan kertas tersebut, kemudian melemparkannya kembali pada Novan.

“Maaf aku nggak bisa, gimana kalo jam istirahat kedua?”


Novan memandang Nay dan mengacungkan ibu jarinya sebagai tanda setuju.

* * *

Ami gelisah!

Aku ini kenapa?


Saat ini ia benar-benar merasa kehilangan.

Ia kehilangan Angga yang biasa mampir ke perpustakaan - bukan untuk membaca buku, melainkan hanya untuk mengajaknya ke kantin, ke lapangan olahraga, atau sekadar duduk-duduk di bangku taman.  Ia juga kehilangan Angga yang sengaja menunggunya di tempat parkir hanya untuk pulang bareng.

Ami menghela nafas.

Angga...

Ternyata memang benar, ‘sesuatu’ akan terasa begitu berharga di saat ‘sesuatu’ itu sudah meninggalkan kita.


Ami membuka ponselnya, membaca satu pesan lama dari Angga - pesan yang sampai saat ini tak pernah dijawabnya.

“Ami, kamu tau nggak sih kalo aku suka sama kamu?  Kapan-kapan kita ngeliat bintang yuk, di situ aku akan bilang ‘I love you’ ke kamu.”


Gadis itu kembali menghela nafas.

Ngeliat bintang ya...

* * *

“Angga, maaf, aku nggak enak badan.  Bisa anter aku pulang?”


Usai mengirim pesan singkat pada Angga, Nay berbaring di ruang UKS.  Tak ada suara apapun di situ selain dengungan yang berasal mesin pendingin ruangan.  Menjelang istirahat kedua tadi tiba-tiba Nay memutuskan menghindari Novan, dan berpura-pura sakit adalah alasan yang tepat.

Ponselnya bergetar pendek.  Pesan balasan dari Angga.

“Aku coba minta ijin ya, moga-moga bisa.  Kamu istirahat aja dulu.”


Mata Nay menerawang jauh.

Maaf aku sudah membohongimu.

* * *


(Catatan Penulis : untuk mencoba memperkuat suasana dari adegan di bawah ini, saya menawarkan instrumentalia "Eyes on Me" yang merupakan soundtrack dari game lawas Final Fantasy VIII.  Selamat menikmati!)

* * *


Angga mengendarai sepedanya dengan pelan. Ia mengkhawatirkan kondisi Nay yang membonceng di belakangnya. Pihak sekolah tadi sudah memberikan izin pada mereka untuk pulang lebih cepat.

“Kamu sakit apa?” tanyanya sambil terus mengayuh.

“Aku cuma nggak enak badan,” jawab Nay dengan suara yang sengaja dilirihkan.


Jarak dari sekolah ke rumah sekitar 4 kilometer melewati jalan raya, jalan kecil, area persawahan, dan beberapa gang.  Saat itu jam 12 siang, matahari sedang tepat berada di atas kepala.

Peluh Angga bercucuran.  Sejujurnya, memboncengkan seorang perempuan - apalagi yang mengenakan rok - merupakan hal yang sedikit menyulitkan karena si pembonceng pasti akan duduk menyamping.  Dibutuhkan usaha ekstra untuk tetap menjaga keseimbangan sepeda yang dikayuhnya.

Apalagi dia sedang sakit, aku nggak bisa seenaknya aja bawa sepeda, pikir Angga.


Jalan raya yang padat dan ramai sudah mereka tinggalkan, saat ini mereka melewati area persawahan.  Angga terus mengayuh.  Saat itu hanya terdengar suara rantai sepeda yang bergesekan dengan penutupnya - seirama derit pedal yang dikayuh.

"Hhh... hssh..."


Nay mendengar Angga yang terengah-engah.  Jalanan di situ memang sedikit menanjak.  Biasanya Angga meminta Nay turun agar dirinya bisa lebih mudah melewati tanjakan tersebut.

Tapi kali ini tidak. Angga terus mengayuh.

“Kok kamu nggak minta aku turun?” tanya Nay.

“Ngg… nggak apa-apa.  Kamu ‘kan lagi sakit...” jawab Angga ngos-ngosan sambil terus mengayuh.


Nay terpana mendengarnya.

“Aku turun aja nggak apa-apa kok,” ujarnya kemudian.


Angga tak menjawab, dia terus saja mengayuh dan mengayuh hingga akhirnya mereka tiba di puncak tanjakan.

“Hufft!  Done!” desis Angga lega.


Ia berhenti sebentar, mengusap peluh di wajahnya, kemudian menoleh ke arah Nay.

“Siap ya?” tanyanya yang dibalas dengan anggukan Nay.


Wuush!

Sepeda pun meluncur turun dengan kencang.  Hembusan angin karena luncuran sepeda itu terasa menyegarkan bagi Angga dan membuat rambut panjang Nay menari-nari.

Angga tertawa kegirangan karena berhasil menaklukkan tanjakan tadi.

“Yess!” teriaknya.


Tanpa sadar, Nay memegang pinggang Angga.

* * *

“Angga, makasih.  Aku buatin minum buat kamu ya...”


Saat ini mereka sudah tiba di rumah.

Nay hendak masuk ke dalam ketika tiba-tiba Angga menarik tangannya.

“Nay, tunggu sebentar,” ujar pemuda tersebut.


Mereka berpandangan dengan tangan Angga memegang tangan Nay.

Untuk sesaat, tak ada suara apapun yang keluar dari mulut mereka.

Nay tersentak!

Ini?!

Perasaan ini?


Rasa hati Nay tak karuan saat ini.  Ia tak yakin pada apa yang sedang dirasakannya saat ini.

Angga, kamu mau ngomong apa?


Keheningan masih menyelimuti mereka berdua.

“Nay,” ucap Angga memecah kebisuan, “Kamu mau ngeliat bintang bersamaku?”


(Bersambung)

Novan mengirimkan sebuah pesan pada Nay, namun gadis itu memilih menghindari Novan dan berpura-pura sakit.  Apakah Novan akan menghentikan rasa penasarannya?  Sementara itu, Angga mengajak Nay untuk melihat bintang.  Apa maksudnya?  Ikuti chapter berikutnya!

“Ada Cinta”, terbit dua kali dalam seminggu, Selasa dan Jumat…

Ada Cinta #8 : Tara Kissa Nayra |   Ada Cinta #1 : Siapa gadis Itu?


Sumber gambar : siliconera.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun