“Aku juga,” balas Angga.
Cahaya matahari pagi itu menerobos masuk melalui jendela, cahaya kuningnya hangat dan menenteramkan sementara dari luar jendela terdengar suara burung gereja mencicit riuh. Kedua remaja itu masih berpegangan tangan, jemari mereka saling bertaut. Mereka kini bertatapan dengan sejuta perasaan yang sulit dilukiskan.
Saat mata bertemu, waktu seakan berhenti.
Saat jemari bertaut, tak perlu kata untuk menyampaikan isi hati.
Saat hati bersatu, setiap helaan nafas menjadi irama paling indah yang pernah didengar.
Cinta…
(Catatan Penulis : untuk adegan terakhir di bawah ini saya menawarkan salah satu lagu favorit saya “Fukai Mori” yang dinyanyikan duo Do As Infinity asal Jepang. Selamat berimajinasi!)
Angga bangkit, menuju jendela, kemudian menyibak tirainya. Di bawah sana dilihatnya Om Arya – ayah Nay – sudah bersiap dengan mobilnya. Lelaki berusia sekitar 45 tahun tersebut melihat Angga dan melambaikan tangan yang dibalas dengan anggukan takzim. Hati Angga terasa semakin berat. Terbayang kembali dalam benaknya saat Nay pertama datang ke rumah ini, perkenalan pertama mereka, masa-masa ketika mereka berangkat dan pulang sekolah bersama-sama, melihat bintang di satu malam, hingga masa ketika ia menyatakan perasaannya pada gadis tersebut.
Aku benar-benar mencintaimu, Nay.
Aku tak ingin berpisah denganmu.
Tapi sekarang sudah waktunya…