Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Adat Ceriak Nerang di Desa Kundi, Bangka Barat Masih Adakah?

4 November 2018   14:57 Diperbarui: 4 November 2018   17:48 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maksud dan tujuan Ceriak Nerang tidak berbeda dengan Naber Laut, namun Ceriak Nerang lebih di fokuskan kepada keselamatan desa dari gangguan penguasa alam gaib. Selain sebagai manifestasi dari rasa syukur atas anugrah limpahan rezeki dari hasil panen yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa.

Sebelum dilaksanakan Ceriak Nerang, dilakukan pengumpulan sumbangan sukarela dari masyarakat untuk kelancaran pelaksanaan upacara. Khususnya sumbangan yang diberikan yakni hasil panen berupa beras.

Selesai Naber Laut, sore harinya dibuat perlengkapan upacara untuk ritual Ceriak Nerang berupa miniatur kapal.

Pembuatan miniatur kapal yang dibuat satu keluarga yang secara turun temurun melakukan pembuatan miniatur kapal untuk ritual Ceriak Nerang yang terbuat dari kulit kayu. Dahulu mereka yang ditugaskan mencari kayu ke hutan, merupakan mereka yang melanggar adat yakni mendapat sanksi adat.

Miniatur kapal itu nantinya akan dipergunakan untuk meletakkan beras hasil panen yang merupakan sumbangan masyarakat. Kapal dari kulit kayu itu berukuran panjang 1 meter dan kapal yang satunya lagi berukuran 40 cm.

Pada malam hari, Ritual Ceriak Nerang dimulai dari Balai Desa Kundi. Seluruh dukun yang ada di desa Kundi, baik dukun darat maupun duku laut berkumpul dibalai desa bersama masyarakat.

Miniatur kapal masuk ke balai desa, dilanjutkan dengan mengisi kapal dengan beras hasil panen. Setelah seluruh beras dimasukkan di dalam miniatur kapal, dukun pun membacakan doa.

Setelah ritual berlangsung di balai desa, dengan diiringi musik yang dominan suara gong dan gendang masyarakat mengusung miniatur kapal ke kawasan hutan dipinggir desa, yang disebut dengan Istana. Jarak antara balai desa dan Istanasekitar 500 meter.

Tiba di Istana, miniatur kapal diletakkan di atas empat kayu penyanggah terbuat dari kayu Mentangor setinggi sekitar 1 meter.

Pembacaan doa pun dilakukan dukun yang memimpin ritual, sehingga terdapat diantara para dukun yang berjumlah 4 orang salah seorang mengalami kesurupan yang dimasuki ruh nenek moyong yang sudah meninggal dunia ratusan tahun lalu.

Terjadi dialog dengan ruh nenek moyang terungkap adanya pesan -- pesan yang baik, agar masyakarat tidak melanggar ketentuan adat. Diharapkan dengan ritual yang digelar, masyarakat desa Kundi dapat hidup tentram, damai dan sejahterah. Selama berlangsungnya ritual Ceriak Nerang, masyarakat mengikutinya dengan hening dan khidmat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun