Ingat Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung teringat dengan desa Kundi, di Kecamatan Simpang Teritip. Desa Kundi kaya dengan seni dan budaya.
Adat Istiadat masyarakat Kundi yang sudah turun temurun di gelar yakni upacara adat Naber Laut dan Ceriak Nerang. Upacara adat ini merupakan aset wisata yang bernilai tinggi, dapat memikat wisatawan untuk berkunjung ke Bangka Barat.
Beberapa waktu lalu saya pernah ke desa Kundi untuk melihat dari dekat adat Naber Laut dan Ceriak Nerang. Selang beberapa tahun ini saya tidak lagi mendapat kabar keberadaan acara adat ini.
Apakah masih dipertahankan ataukah sudah ditinggalkan? Karena tidak terbaca lagi pemberitaan tentang Naber Laut dan Ceriak Nerang yang biasanya diselenggarakan setiap tahun. Saya pun sudah lama tidak ke sana. Kembali saya membuka album foto untuk mendapatkan dokumentasi tentang acara adat ini, ternyata masih ada beberapa foto yang tersimpan.Â
Seperti Bali yang kaya dengan adat istiadat dan pernik budaya, telah membuktikan daerah ini banyak diminati wisatawan untuk menikmati keindahan alam dan keunikan seni budaya setempat.
Mengingat wisatawan datang ke suatu daerah untuk mencari keunikan, yang di daerahnya sendiri tidak dimiliki. Keunikan itu ada pada Ceriak Nerang dan Naber Laut yang merupakan rutinitas dilakukan masyarakat desa Kundi setiap tahun untuk keselamatan warga kampung, biasanya digelar selesai melakukan panen padi.
Upacara adat Naber Laut dan Ceriak Nerang merupakan satu rangkaian acara yang dilaksanakan dalam satu hari pada jam yang berbeda. Naber laut pada siang hari, sedangkan Ceriak Nerang pada malam hari. Digelar satu tahun sekali.
![Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/11/04/foto-20181104-144355-5bdea4de6ddcae28c1055f92.jpg?t=o&v=770)
Sebelum pelaksanaan Ceriak Nerang pada malam hari, pada siang harinya dilaksanakan Naber Laut di tempat yang dikeramatkan masyarakat Kundi yaitu Tanjung Tadah.Â
Merupakan kawasan pantai dengan gugusan batu karang yang artistik. Masyarakat menuju ke Tanjung Tadah sejak pagi hari dengan menggunakan perahu motor yang biasa digunakan nelayan setempat melaut. Pada saat ritual digelar perahu - perahu berderet bersandar di tepi Tanjung Tadah.
Masyarakat yang jumlahnya ratusan sudah berkumpul untuk mengikuti ritual Naber Laut. Upacara dipimpin seorang dukun laut yang memahami seluk beluk kekuasaan alam gaib di laut.Â
Saya pernah mengikuti upacara adat tersebut, waktu itu masih pak Hasyim yang memimpin. Diawali dengan mempersiapkan properti upacara seperti beras kunyit (kuning), telur, ketan, lilin dari madu asli, rokok dari tembakau yang digulung dengan daun dan berbagai kelengkapan lainnya termasuk ayam hidup.
Menurut dukun Hasyim, upacara adat ini sudah dilaksanakan tujuh turunan dan tidak jelas kapan dimulainya.
Naber sendiri berarti menawarkan, bisa juga berarti membersihkan. Jadi Naber laut memiliki pengertian , membersihkan laut dari segala kutukan penguasa alam gaib di laut. Bertujuan meminta keselamatan baik di darat maupun di laut bagi masyarakat setempat. Disamping mengungkap rasa syukur atas limpahan rezeki yang telah di anugerahkan Tuhan Yang Maha Esa, baik hasil laut maupun ladang.
Naber Laut juga merupakan ajang penyampaian Nazar dan melunasi Nazar yang sudah di niatkan sebelumnya, sesuai dengan harapan yang sudah di kabulkan Tuhan Yang Maha Esa. Nazar dibayar dalam bentuk uang maupun ayam hidup dengan jumlah tidak ditentukan, sesuai dengan kemampuan serta yang diniatkan masing - masing yang bernazar.
Dukun yang memimpin Naber Laut memulainya tepat siang hari, saat matahari di atas upun -ubun kepala atau pukul 12.00 WIB. Berbagai sesajen diletakkan di atas wadah di atas kayu Mentangor dengan menghadap ke laut dan dukun membacakan mantera.Â
Beberapa saat dukun kesurupan, seketika itu terjadi dialog antara dukun dengan penguasa alam gaib. Sementara itu masyarakat yang mengikuti Naber Laut dengan hikmat mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut dukun yang sedang berkomunikasi dengan penguasa alam gaib.
Dilanjutkan dengan menyerahkan Nazar dari masyarakat oleh dukun berupa uang, terdapat juga berupa ayam hidup. Uang dan ayam dilempar dukun ke tengah-tengah masyarakat yang mengikuti rituan, sehinga terjadi hiruk-pikuk masyarakat saling berebutan untuk mendapat ayam dan uang.
Sebagian ayam hidup yang merupakan Nazar dari masyarakat diperuntukkan bagi penguasa laut dengan melepaskannya di Tanjung Tadah dan tidak diperbolehkan diambil masyarakat.
Setelah ritual digelar, dukun memberikan pelayanan pengobatan bagi masyarakat yang sedang menderita sakit. Rangkaian ritual ditutup dengan menuju lobang batu, berjarak sekitar 10 meter dari tempat ritual Naber Laut.Â
Di lubang batu inilah dukun meminta keselamatan bagi masyarakat desa Kundi, agar terhindar dari gangguan dan halangan lainnya saat sedang mencari nafkah di laut maupun di ladang. Pelaksanaan ritualnya sendiri selama sekitar 1,5 jam.
Ceriak Nerang
Setiap selesai Naber Laut, malam harinya dilaksanakan upacara adat Ceriak Nerang. Ceriak sendiri dapat diartikan ceriah atau bahagia. Nerang dapat diartikan terang.
Maksud dan tujuan Ceriak Nerang tidak berbeda dengan Naber Laut, namun Ceriak Nerang lebih di fokuskan kepada keselamatan desa dari gangguan penguasa alam gaib. Selain sebagai manifestasi dari rasa syukur atas anugrah limpahan rezeki dari hasil panen yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa.
Sebelum dilaksanakan Ceriak Nerang, dilakukan pengumpulan sumbangan sukarela dari masyarakat untuk kelancaran pelaksanaan upacara. Khususnya sumbangan yang diberikan yakni hasil panen berupa beras.
Selesai Naber Laut, sore harinya dibuat perlengkapan upacara untuk ritual Ceriak Nerang berupa miniatur kapal.
Pembuatan miniatur kapal yang dibuat satu keluarga yang secara turun temurun melakukan pembuatan miniatur kapal untuk ritual Ceriak Nerang yang terbuat dari kulit kayu. Dahulu mereka yang ditugaskan mencari kayu ke hutan, merupakan mereka yang melanggar adat yakni mendapat sanksi adat.
Miniatur kapal itu nantinya akan dipergunakan untuk meletakkan beras hasil panen yang merupakan sumbangan masyarakat. Kapal dari kulit kayu itu berukuran panjang 1 meter dan kapal yang satunya lagi berukuran 40 cm.
Pada malam hari, Ritual Ceriak Nerang dimulai dari Balai Desa Kundi. Seluruh dukun yang ada di desa Kundi, baik dukun darat maupun duku laut berkumpul dibalai desa bersama masyarakat.
Miniatur kapal masuk ke balai desa, dilanjutkan dengan mengisi kapal dengan beras hasil panen. Setelah seluruh beras dimasukkan di dalam miniatur kapal, dukun pun membacakan doa.
Setelah ritual berlangsung di balai desa, dengan diiringi musik yang dominan suara gong dan gendang masyarakat mengusung miniatur kapal ke kawasan hutan dipinggir desa, yang disebut dengan Istana. Jarak antara balai desa dan Istanasekitar 500 meter.
Tiba di Istana, miniatur kapal diletakkan di atas empat kayu penyanggah terbuat dari kayu Mentangor setinggi sekitar 1 meter.
Pembacaan doa pun dilakukan dukun yang memimpin ritual, sehingga terdapat diantara para dukun yang berjumlah 4 orang salah seorang mengalami kesurupan yang dimasuki ruh nenek moyong yang sudah meninggal dunia ratusan tahun lalu.
Terjadi dialog dengan ruh nenek moyang terungkap adanya pesan -- pesan yang baik, agar masyakarat tidak melanggar ketentuan adat. Diharapkan dengan ritual yang digelar, masyarakat desa Kundi dapat hidup tentram, damai dan sejahterah. Selama berlangsungnya ritual Ceriak Nerang, masyarakat mengikutinya dengan hening dan khidmat
Selesai ritual di Istana, seluruh masyarakat yang mengikuti ritual Ceriak Nerang kembali ke balai desa. Di balai desa dukun kampung memberikan pelayanan pengobatan bagi masyarakat yang mengidap berbagai penyakit, terutama untuk menghilangkan dari gangguan gaib.
Puncak dari ritual Ceriak Nerang, seluruh dukun di desa Kundi yang terlibat dalam ritual membuat keputusan untuk keselamatan seluruh masyarakat, yang isinya diantaranya dilarang masyarkat memotong berbagai jenis pohon satu hari setelah ritual Ceriak Nerang, selama tujuh hari masyarakat tidak diperkenankan membunuh binatang asing yang masuk ke kampung seperti ular, rusa, dan sebagainya, dan para nelayan tidak diperkenankan mencetuskan keributan (berkelahi) saat sedang menangkap ikan.
Ritual Naber Laut dan Ceriak Nerang menguak tradisi adat di desa Kundi yang pernah penulis saksikan dan ikuti, ternyata di daerah tersebut sudah ada sejak lama keberadaan pemangku adat yang disebut dukun, adanya hukum adat serta tanah adat yang disebut dengan tanah kramat.Â
Ritual yang unik tersebut selayaknya terus lestari sebagai bagian dari sisi keunikan wisata budaya di kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Semoga masih tetap dilestarikan. Keberadaan adat ini semakin menambah kaya sajian wisata di Bangka Belitung dalam upaya meningkatkan kunjungan wisata. Selain itu sebagai referensi mungkin ada yang belum pernah tahu. Setidaknya untuk diketahui adat ini pernah ada, kalau sudah ditinggalkan.Â
Salam dari pulau BangkaÂ
Rustian al ansori
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI