"Every day is a fresh start, a blank canvas to paint upon." ---Craig Sager
PROLOG
Matahari terbit menyinari setiap sudut tanah. Makan pagi yang mengisi tenaga saya, mengangkut tas dan dengan semangat memulai perjalanan saya menuju pengalaman yang tak dapat dibanding dengan harta. Pondok Kebon Jambu Al Islamy menjadi destinasi akhir dan awal mula kanvas kosong dari cerita ini.Â
Saya, salah satu dari siswa Kolese Kanisius, akan menghabiskan 3 hari 2 malam beraktifitas, berdinamika bersama para santri yang bisa dikatakan 180 derajat berbeda dengan hidup yang saya terbiasa. Saat kami pertama kali menapak kaki di Cirebon, udara segar menghembus seluruh muka. Kehangatan bukan saja dari lingkungan namun juga sambutan para santri kami terima.Â
Pondok Kebon Jambu Al Islamy bukan saja sekedar "tempat ekskursi", tetapi sebuah memori, kenangan, pelajaran yang mengubah seluruh diri saya dari pikiran sampai perkataan. Setiap momen merupakan suatu hal yang tidak dapat dilupakan, yang menjadi bagian formasi diri saya selama di Kolese Kanisius menuju persahabatan, keberagaman, dan toleransi.
BAB PERTAMA; Kanvas kosong
Hari pertama diawali kata sambutan yang penuh makna. Sejarah yang penuh ungkapan dan rahasia dari awal berdirinya pondok pesantren sampai namanya. Nama yang tentu unik, tetapi membuat pengalamannya menjadi lebih menarik. Selain diisi secara wawasan, mata kami juga dihidang dengan berbagai cemilan yang tidak hanya enak untuk dilihat.Â
Dari pisang ala Cirebon, manis-manisan, sampai teh dingin yang menyegarkan badan. Dari hidangan satu lanjut ke yang berikut, kami dihidang makan siang yang tidak kalah lezatnya. Makan siang yang menyemangati kami untuk lanjut mengikuti dinamika kegiatan.Â
Bangunan yang penuh cerita mengelilingi kami. Sambil berjalan kami diperkenalkan satu gedung ke yang lain. Gaya hidup para santri sangat mengejutkan saat awal saya dengar. Dari umur muda mereka dilempar ke lingkungan baru, dengan muka yang asing dan gaya hidup yang sangat berbeda. Hidup mereka yang sangat ketat dan disiplin. Keteguhan mereka dalam menjalani praktik agama sangat dapat dipatut.Â
Ditambah dari usia muda mereka tidak kenal mengeluh. Dengan senang hati dan semangat mereka menjalankan kewajiban mereka. Dari perspektif orang Kristen, yang hanya beribadah sekali seminggu, kedisiplinan mereka menjadi sebuah momen inspiratif bagi diri saya. Saya juga mau bisa lebih menuangkan diri saya demi Allah.Â
Sore hari, perbincangan bertema toleransi menjadi kegiatan utama kami. Pengurus pesantren Kebon Jambu menjadi pembicara utama dari umpan-balik yang dilakukan. Cara berpikir yang unik terus menarik perhatian para penonton.Â
Membandingkan pola pikir antar dua pengikut Agama yang berbeda, di mana menemukan persamaan yang saling menyatukan kami semua, menyimbolkan sebuah nilai harmonis dalam kita semua. Antusias penonton yang tidak kalah ke-penasarannya membakari lanjut konversasi penyatuan.Â
"Tolerance implies no lack of commitment to one's own beliefs. Rather it condemns the oppression or persecution of others." John F Kennedy.
BAB KEDUA; Campuran Warna
Malam hari berlalu, satu bab berlalu dan lanjut ke berikutnya. Hari ini saya diberkati kesempatan mengikuti kegiatan belajar mengajar para santri. Sekolah yang sangat sederhana tetapi kaya atas ilmu. Tiap hari mereka mendalami pengajaran Agama yang kuat. Hari diawali dengan pembelajaran olahraga. Di bawah matahari yang terik, angin yang ayal, pohon melambai sini ke sana.Â
Awalnya, perasaan canggung tentu muncul dalam diri.Â
Saya, seorang asing dalam lingkungan ini bingung bagaimana bisa memasukkan diri. Namun, sekali lagi kehangatan dan keterbukaan para santri mengagumi diri. Tak ada sedetik lewat undangan bermain bersama diberikan. Menyatukan persahabatan melalui kesenangan adalah cara ampuh. Raket badminton diayun mengikuti seakan irama menari. Kok badminton mengayun dari sana kemari.Â
Ketawa campuran ketegangan, kesengitan permainan mengisi suara sekitar.Â
Hari berlalu, setengah perjalanan spiritual sudah dilewati. Siang harinya, perbauran antar saudara-saudara kami dilanjutkan. Bahasa Arab, bahasa yang asing didengar dari kuping orang kota, menjadi salah satu destinasi pelancongan.Â
Untuk mengerti adalah hal mustahil, tetapi untuk belajar adalah sebuah keindahan. Walaupun tidak akan digunakan, dan jujur saja tidak akan dilanjutkan, bukan artinya akan menyia-nyiakan setiap kesempatan yang didapat.Â
BAB KETIGA; Kenikmatan Karya
Malam hari, sekali lagi ditempatkan di tengah kesibukan konversasi. ribuan pertanyaan dilempar ke arah kami. Pertanyaan penuh dengan keinginan untuk belajar, mengenal hal baru. Kami tak saja belajar lebih mengenai kultur, budaya, dan adat dari pesantren Kebon Jambu, tetapi mereka juga bisa membayangkan pengalaman kami yang jauh berbeda.Â
Tak kerasa hari terakhir telah tiba. Setelah sekian lamanya, tetapi tak terasa juga waktu berlalu begitu cepat. Tas kami yang awal membawa barang diisi dengan cerita bagi keluarga dan sahabat kami balik di Jakarta. Tangisan keluar dari mata, mengingat sahabat baru kami harus berpisah.Â
Mungkin suatu saat, balik lagi ke pesantren yang mengajarkan sebetapa pentingnya toleransi dalam dunia penuh kebencian, penuh kekesalan dan saling menjatuhkan, untuk bisa sekali lagi belajar menjadi warga Indonesia yang membanggakan Ibu tanah air tercinta kita.
"Every day you learn something new" Dennis Brown.
EPILOG
Toleransi, siapa tak asing dengan kata ini. Terlebih kami bangsa Indonesia sudah menerapkan hal itu tiap hari kita, atau itulah yang kamu ingin percayai. Nyatanya, toleransi antar ras, suku, terlebih agama masih ada di dunia ini, sedihnya lagi di Indonesia masih berkeliaran sekitar.Â
Mengapa orang tidak mau menerima orang lain? Apakah karena rasa kebencian, atau hal lebih dalam. Mengapa orang membenci orang lain hanya karena perbedaan? Segala tindakan, pikiran, serta perkataan manusia, jika dilihat dalam bentuk paling dasarnya serta sederhananya hanya dapat dikategorikan menjadi dua, dari cinta atau dari ketakutan.Â
Orang takut jika mereka tidaklah yang paling berkuasa. Orang takut apabila perbedaan itu membuat mereka tidak terhebat. Orang takut terhadap perubahan. Tetapi mengapakah kita harus takut. Perbedaan menjadi warna cat yang melukis kanvas keberagaman yang dinamakan Indonesia.Â
Tidakkah kalian bosan melihat sebuah lukisan hanya dari warna biru saja atau hijau atau lainnya. Tentu akan indah, tetapi cerita yang disampaikan tidak akan sebanding dengan pelangi yang mengagumi langit sendiri. Merangkul tangan disekitar kami menjadi langkah pertama menuju dunia yang lebih harmonis.
"Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Matius 22:37-39
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H