"Aduh ketiwasan Kaka Prabuu..!"
Kaget Setyaki menyaksikan sikap para Kurawa yang rendah, licik dan tidak mengindahkan tatanan perang itu.
Mau tidak mau dia segera berlari masuk ke dalam istana menyusul ratu gustinya. Tapi belum sampai melewati pintu, orang yang ia cari sudah ada di depannya.
"Kau menjerit dan menangis seperti anak kecil. Nafasmu lonjong mimis, apa yang terjadi dinda Setyaki?" Tanya Prabu Kresna.Â
Dengan singkat Setyaki melaporkan apa yang ia alami. Terkesiap hati Prabu Kresna mendengar hal itu. Ditambah lagi dengan rasa kecewanya terhadap Prabu Duryudana yang ia rasakan sikapnya sangat sombong dan angkuh kepadanya.
Maka seketika: "Deel !"
Hilanglah wujud Kresna yang kecil mungil. Hawa panas dalam hatinya silih berganti menjadi uap putih biru. Ndedhel ngantariksa. Itulah pertanda Betara Wisnu yang sedang murka.
Tiba-tiba: "Jleeg..!"
Yang ada di pinggir alun-alun Astina sekarang adalah brahala atau raksasa segunung semeru besarnya.Â
Cepat trengginas Setyaki yang bertubuh kecil itu disautnya dan dia sembunyikan di ketiak.
"Huaahh, e.ee..ayo sini semua Kurawaaa ! Jangan hanya satu atau dua yang maju. Krubutlah aku, heee..!" Raksasa itu berteriak bagaikan guntur.Â