Hasilnya, setahun sekolah ini beroperasi, sekolah ini berjalan dengan normal dan malah menunjukkan grafik yang positif. Walau masih ada  kendala dan permasalahan yang menghadang. Tapi paling tidak, tanggung jawab menghidupkan pendidikan mampu dilakukan banyak pihak. Sekolah kehidupan ini memang masih baru. Tapi  konsep sekolah gratis untuk para kaum prasejahtera ini ternyata mampu membangkitkan rasa kepedulian banyak pihak.Â
Akhir bulan ini, sekolah kehidupan ini memulai lagi usaha untuk merekrut murid baru. Beberapa calon murid sudah mulai mendaftar. Sama, sasarannya adalah anak tidak mampu, anak yatim/piatu atau anak dari korban perceraian karena masalah ekonomi.
Saat ini keadaan sekolah jauh lebih baik, perpustakaan kembali dihidupkan, beberapa fasilitas sekolah juga diperbaiki. Walau belum ideal tapi sekolah ini sudah layak menjadi tempat yang nyaman untuk belajar. Seperti 'taman' yang menyenangkan. Murid di sekolah ini bukan cuma belajar teori tapi melakukan hal nyata. Jangan heran, bila dihari libur sebagian siswa ikut membuka lapak jualan dibeberapa tempat bazar. Sebagian ikut pelatihan kursus yang diadakan pihak eksternal.Â
Bahkan bila ada lomba atau kompetisi, sekolah ini pasti akan ikut serta. Menang atau kalah tak jadi ukuran. Yang penting ikut berpartisipasi. Dibeberapa event lomba, sebagian murid ada yang keluar sebagai pemenang. Walau berasal dari anak kurang mampu, mereka belajar untuk percaya diri. Hasilnya, luar biasa.Â
 Konsep sekolah kehidupan ternyata cocok dengan konsep pendidikan sebagai gerakan semesta. Dan saya bersyukur bisa menjadi salah satu bagian dari sekolah ini. Menjadikan sekolah ini tetap hidup dan bermanfaat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H