***
Â
Ungkapan puitis (cinta) seorang anak terhadap ibu sudah sering saya baca. Dan salah satu puisi "ibu" yang sangat menyentuh adalah puisi yang ditulis oleh D. Zawawi Imron. Ini yang saya rasakan, yang tentu saja orang lain bisa merasakan hal yang tidak sama. Salah satu baitnya yang menghantam dinding nurani saya adalah,
Â
"/bila aku berlayar lalu datang angin sakal/Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal/ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala/"
Â
Hakikat cinta seorang ibu seyogyanya tidak akan bisa diwakili oleh kata-kata. Kasih yang begitu menderu, dan sayang yang tidak terungkapkan. Kasih ibu sepanjang jalan, tiada bersudah dan terus melekat sepanjang zaman.
Â
/Syair Ibu/ adalah judul puisi dari Saudari Nurul, dalam kontemplasi angan saya, syair ini lebih mengacu kepada doa. Harapan dan keinginan agar sang anak selalu dalam lindungan Tuhan. Doa yang paling mengada, mendada, harapan yang tiada berkesudahan. Doa ibu bagaikan azimat nurani yang tidak pupus oleh berjalannya sang waktu.
Â
/adalah air mata dan doa/ sebagai penjabaran dari syair, yaitu doa dan harapan yang terus membuncah, hingga pecah air mata cinta. Mengucur tangis sebagai keinginan yang tiada berkisah. Bahwa, ibu adalah sebuah keinginan agar anaknya "parjuga," bahagia dunia dan akhirat.