/nak, bila tiba waktumu pulang/ setelah pergi untuk membangun hakikat diri, setelah mendapatkan harapan dan mimpi-mimpi, setelah cita-cita itu telah diraih dan siap untuk membangun negeri. Waktunya pulang telah telah tiba untuk memberikan yang terbaik baik kaumnya. Berdakwah di kampung halaman, sebagaimana mereka harapkan nilai kebaikan untuk menjabarkan inti sari kehidupan, kebenaran hakiki untuk bekal kehidupan yang abadi.
Â
Tapi, /jangan lupa mencuci usia di antara laut dan langit yang terpaut/. Sebab tanpa kesucian jiwa, tanpa kesabaran dan keteguhan hati untuk berbagi, berdakwah dalan kebenaran, maka hakikat "kesucian" itu masih belum sempurna. Maka, jangan lupa untuk bersuci, semakin usia itu bertambah, seharusnya jiwa harus semakin bersih.
Â
Ada banyak tempat untuk membersihkan diri. Di antara langit dan bumi, adalah tempat yang pas untuk bersuci. Namun, yang sebaik-baik tempat adalah lingkungan yang akan membawa diri pada sari kebenaran. Hamparan bumi yang menumbuhkan benih kebaikan, dan lengkungan langit yang memberi selimut takwa. Maka, dimana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Damai untuk menempa diri menjadi lebih bijak.
Â
/tinggalkan maut dan kemelut/ Mati dan persoalan hidup adalah sebuah keniscayaan. Mati pasti menemui kita. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang lepas dari janji ketiadaan. Pada saatnya, pada waktunya, setiap manusia akan menemui ajal.
Â
"Setiap yang bernapas akan menemui mati." (Alquran)
Â
Maka untuk apa dirisaukan? Maka seharusnya kita harus bersiap dan berjaga-jaga untuk menghadapi mati. Karena di akhirat nanti yang akan membantu kita hanyalah "amal kebaikan" saat kita hidup di dunia. Mati tidak perlu ditakuti. Tinggalkan saja ia menemui kita, selagi kita dalam kewaspadaan, kematian adalah hamparan kesenangan.