Â
Begitu pula dengan persoalan hidup (kemelut?). Kita tidak perlu berkecil hati dalam menghadapinya. Karena problematika kehidupan akan membawa kita pada keteguhan jiwa. Nurani yang siap "berperang" melawan persoalan-persoalan yang akan kita hadapi.
Â
Harapan seorang ibu hanyalah kemaslahatan dan kebahagiaan dari buah hatinya. Tidak lebih. Ya, tidak lebih dari itu. Maka, /pulanglah membawa rindu/, yaitu kerinduan yang membahagiakan, bukan kerinduan yang membawa kabar duka. Luka dan nestapa harus telah ditanggalkan untuk berganti dengan kesempurnaan jumpa.
Â
Masih sebagai harapan dari CINTA ibu, sebagai doa yang selalu dipanjatkan setiap waktu, agar anaknya pulang membawa berkah. Ilmu yang bermanfaat. Membawa kebajikan untuk disemai bersama, sebagai ungkapan, "/beserta matahari di kepalamu/." Sinar harapan untuk membangun kampung halaman. Cahaya pengetahuan untuk menyinari dunia kegelapan (kebodohan).
Â
/di sini aku tugur membeku/. Ibu menunggu dengan CINTA. Menunggu bersama RINDU. Menunggu dengan kesabaran, doa, dan kesetiaan. Tanpa batas, terus mengalunkan harapan-harapan, dan menunaikan janji suci untuk tetap mendampingi hingga akhir nanti. Tugur, tetap ada untuk si buah hati, hingga ajal merampas segalanya (membeku). Sebuah kesetiaan kasih yang tidak akan pernah pupus dimakan waktu.
Â
Itulah ibu, yang kata D. Zawawi Imron, "bidadari yang berselendang bianglala." Kasih dan cintanya tidak akan pernah pupus hingga akhir usia.
Â