"Ya, tapi tetap menakutkan."
"Terus?"
"Tutup saja pakek perban."
"Hem,,,"
Ya juga sih. Dengan cara diperban , orang tidak akan melihat mataku. Atau tepatnya bolong di mataku kiriku yang tiba-tiba hilang tidak akan terlihat. Orang mungkin tidak terlalu takut berhubungan denganku. Saran istriku cukup beralasan. Jangankan orang lain, istri dan anak-anakku seringkali bergidik melihat bologna mataku.
Kejadian yang menimpa mataku sangat misteri. Selepas dari tidur di subuh itu, tiba-tiba mataku hilang. Aku tidak bisa melihat dengan jelas, seperti biasanya. Aku meraba mata kiriku, yang kurawa lain dari biasanya. Ya, benar saja. Mataku bolong. Ada bercak-bercak darah yang mengalir. Tidak sakit, juga tidak terasa bau. Aku hanya merasa heran dengan kejadian langka ini.
"Mungkin mata kamu sering jelalatan," kata istriku di sore itu sambil berbincang tentang mataku yang aneh.
"Jelalatan maksudnya?"
"Mata itu digunakan untuk melihat yang baik-baik."
"Aku tidak melihat yang jelek-jelek."
"Yakin?"