Mohon tunggu...
Roesda Leikawa
Roesda Leikawa Mohon Tunggu... Editor - Citizen Journalism, Editor, Penikmat Musik Instrumen dan Pecinta Pantai

"Menulis adalah terapi hati dan pikiran, Kopi adalah vitamin untuk berimajinasi dan Pantai adalah lumbung inspirasi" -Roesda Leikawa-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengenang Bapak yang Telah Tiada

17 Februari 2016   13:31 Diperbarui: 17 Februari 2016   14:18 1436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cuma empat hari bapak dirawat di Rumah Sakit Umum Tulehu, setelah itu Bapak kembali ke rumah dan saya pun beraktivitas seperti biasa.

Namun Januari 2016, penyakit Bapak kambuh lagi, padahal kondisi Bapak sudah sedikit baikan, apalagi dengan kepulangan dua kakak perempuan saya, yang satu dari Temanggung Jawa Tengah pulang bersama keluarga kecilnya, dan yang satunya lagi dari Ternate Maluku Utara, sehingga rumah kami kembali diramaikan oleh penghuni baru yakni cucu-cucu Bapak yang semakin bertambah. Saya kira kondisi bapak akan sembuh seperti ibu yang sudah 90% baikan setelah rumah  kami dipenuhi oleh anak dan cucu-cucu mereka.

Tanggal 23 Januari 2016, bapak kembali dilarikan ke Rumah sakit Umum (RSU) Dr. Haulussy Ambon, dan sempat dirawat pada ruang Unit Gawat Darurat (UGD) selama empat jam, barulah dipindahkan ke ruang Paru-Paru untuk melanjutkan rawat nginap. Selama di RSU saya tidak pernah nginap untuk menemaninya, karena sudah ada kakak yang menjaganya, saya hanya bisa menemaninya usai jam Kantor sampai pukul 20.00 WIT saja. Sama seperti di RSU Tulehu, bapak tidak betah lama-lama di Rumah Sakit, karena beliau sudah ingin pulang ke rumah, sehingga pada tanggal 26 Januari 2016, kakak  saya meminta pada pihak RSU agar bapak dipulangkan dulu.

Tanggal 28 Januari 2016, tepat pukul 21.00 WIT saya mendapat beberapa panggilan melalui telpon genggam dari kakak laki-laki, namun suara telpon tidak terdengar, getaran pun tidak terasa, dikarenakan Handphoon saya tersimpan dalam saku tas hitam yang saya bawah, saat itu juga saya lagi menghadiri jamuan makan malam di kediaman Gubernur Maluku Ir. Said Assagaf bersama Menteri Pendidikan Anis Baswedan dan tokok-tokoh yang peduli dengan pendidikan di Maluku. Saya benar-benar tidak mengetahui adanya panggilan itu, namun setelah ditelpon kembali barulah saya mengetahuinya.

Pada percakapan kami di telpon, kakak saya mengabarkan kondisi Bapak yang semakin parah, dan dia menginginkan untuk pulang kerumah malam itu juga, dan saya pun menyetujuinya.

Hari Terakhir Bersama Bapak

Pada saat sampai dirumah, keluarga Ibu dan keluarga Bapak yang lain sudah dirumah jagain Bapak bahkan ada yang zikir. Perasaan saya biasa saja tak ada firasat buruk apapun, namun keesokan harinya barulah hati ini menjadi gundah.

Jumat, 29 Januari 2016, merupakan tanggal bersejarah yang tidak mungkin terlupakan, pasalnya di hari itu merupakan hari terakhir kami sekeluarga menyaksikan hembusan nafas terakhir Bapak.

Pagi itu, sekitar pukul 09.00 WIT, saya temanin Bapak, mendengarkan semua yang beliau bicarakan, memberinya makan, membelai rambutnya yang sudah memutih, mengusap dadanya yang sering sesak bernafas, Bapak terlihat sangat kurus, hari itu saya tidak masuk kantor, pesan singkat untuk meminta ijin pada atasan sudah saya kirim via WA dan sms.

Ada permintaan aneh dari bapak, katanya ingin dimandiin karena sebentar lagi Bapak mau pulang, berkali-kali Bapak ngomong mau pulang, “sedikit lagi beta mau pulang”, begitu ungkapnya pada kami,  bahkan beliau meminta saya mencukur rambutnya sebelum pulang, namun permintaan itu tidak saya indahkan, karena mungkin beliau lagi panas tinggi. Sedang kami hanya bisa membersihkan tubuh Bapak dengan air bersih dan sabun mandi, dari kepala hingga kaki, setelah itu kami masih sempat taburi bedak ditubuhnya sesuai anjuran dokter, agar tubuh bapak terasa segar dan wangi.

Waktu berlalu, hingga pukul 14.00 WIT, orang-orang baru saja menyelesaikan Jumatan, dan kami dirumah sedang mengaji dan zikir. Hingga sekitar pukul 21.45 WIT, bapak sudah berada pada masa-masa kritis, kami semua mengelilinginya. Saya pun tak mau meninggalkan kesempatan itu, saya bacakan Surah Yasin disamping kanan Bapak, sementara Paman saya juga melantungkan zikir disampingnya. Sejak siang itu, Bapak memang sudah melapalkan asma Allah Laaillaha Ilalallah berkali-kali keluar dari mulut bapak, meski tidak begitu jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun