Beberapa kali Mimin meminta saran pada saya apa yang sebaiknya dilakukan, saya hanya mengatakan"Mimin harus menjalin komunikasi yang baik dengan suami". Dia mengatakan suami jarang sekali ngomong, semua hal-hal yang penting cukup di komunikasikan lewat chat atau whatsapp, dengan alasan jika melalui pembicaraan pasti berujung pertengkaran.
"Wah, bagaimana mungkin orang yang tinggal serumah berkomunikasi lewat ponsel. Raga bertatap namun lisannya sama-sama kelu".
Saya berusaha menjadi penengah yang tidak akan memasuki wilayah sensitif diantara keduanya, saya tidak mau mencampuri urusan rumah tangga orang lain, apalagi yang menyulut akar permasalahannya adalah tentang warisan.
Keempat, berusaha memaafkan dan berdoaÂ
Demi mempertahankan keutuhan keluarga, sebaiknya harus ada yang sumeleh atau jembar ati, artinya memberikan ruang maaf pada suami, bagaimanapun juga karena masih mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak maka sebaiknya mengalah.
Jika sama-sama ngotot merasa benar, tak akan ada kata maaf diantara keduanya, bahtera rumah tanggapun akan berujung karam. Hal itu sebaiknya dihindari, demi anak mungkin kita akan mengalah juga demi menyelamatkan rumah tangga.
Kita juga wajib berdoa memohon pada Allah SWT, agar selalu ditunjukkan pada kebenaran, agar langkahnya selalu dibimbing pada kebaikan, memohon dihindarkan pada orang-orang yang berbuat dholim.
Setelah asar saya ajak Mimim mengaji agar hatinya lebih tenang, saya mengatakan, jika hatinya sudah tenang Mimin bisa menghubungi anaknya, ahirnya setelah maghrib dia mengirim pesan agar dijemput  anaknya pulang.
Ahirnya malam itu Mimin kembali ke rumah, harapan saya dia akan baik-baik saja, kembali pada keluarga dan anak-anaknya, merenda kembali rumah tangganya agar tetap dalam suasana  sakinah mawaddah wa rahmah.
Bapak dan Ibu, mari menjadikan hidup bermakna untuk diri dan juga orang lain, jadikan bahu kita  mampu untuk bersandar orang di dekat kita,  supaya dapat memberikan rasa nyaman dan ketenangan hati.
Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.