Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bagaimana Sikap Kita terhadap Orang yang Mengalami Toxic?

28 Maret 2022   20:52 Diperbarui: 28 Maret 2022   21:11 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar pasangan yang mengalami toxic | Sumber: gaya.id

Sudah tak terhitung jari Mimin mengadukan ulah suaminya padaku. Setiap kali curhat dia mengatakan suaminya tidak seperti dulu. Dahulu sangat menyayangi dan perhatian pada anak dan istri, saat ini berubah berbalik 360 derajat.

Eit... bukan karena suami mempunyai wanita idaman lain seperti layaknya di sinetron, namun karena sikap suami yang berubah, lebih menyayangi saudara kandungnya dari pada anak dan isterinya.

Perubahan itu  bermula dari pembagian warisan yang didominasi oleh saudara sang suami. Persepsi awal saudara suami tepatnya kakak ipar berusaha ingin menguasai harta warisan bagian suaminya.

Dia merasakan suami sering marah-marah tanpa sebab, sehingga terjadi pertengkaran. Hal ini  diasumsikan suami kena guna-guna. Walaupun tidak bisa dibuktikan karena wilayah supra natural, namun bisa dipastikan, jika sewaktu-waktu  suami mendapat telepon dari saudaranya, perubahan sikapnya  berujung pertengkaran.

Hal-hal yang sebetulnya wajar dilakukan menjadi biang kerok pertikaian. Contoh kecil akan memandikan anak dengan air hangat. Ketika Mimin sibuk biasanya suami yang menggantikannya, namun gara-gara airnya tidak siap itupun menjadi pertengkaran hebat yang menjadikan Mimin kabur dari rumah.

Istri merasa diadu domba agar suami  membencinya juga anak-anaknya.  Hal ini sering dirasakan ketika kebutuhan anak-anak sekolah tak dipedulikan lagi, namun jika saudara membutuhkan dengan ringan hati memberikan bantuannya.

Puncaknya kemarin pagi tiba-tiba dia datang sambil terisak menyampaikan kalau dia mau minggat, sambil membawa tas yang isinya pakaian. "Bu, saya mau pergi dari rumah, Mimin sudah tidak betah tinggal di rumah," ujarnya berurai air mata.

"Dah di sini saja, gak usah kemana-mana", jawabku sambil membimbingnya masuk ke rumah.

"Bu, Saya sudah tidak kuat dengan ulah suami",

"Ok, sementara di sini saja dulu," sahutku sambil membawakan tas besar yang berisi pakaian, kutunjukkan kamar tamu yang kosong, harapanku dia bisa menenangkan dirinya di sini.

Hari minggu, bertepatan hari libur, sebenarnya ada acara  jalan-jalan ke luar kota bersama anak-anak. Namun, saya gagalkan karena tiba-tiba Mimin datang, dia membutuhkan teman curhat.

Sepanjang hari dia menceritakan ulah suami yang ahir-ahir ini berubah,  dingin terhadap keluarga. Dulu dia merasakan kebahagiaan yang luar biasa, perhatian suami sangat besar, bahkan ketika suami mempunyai kepentingan di luar rumah merasa tidak pede tanpa menggandeng istri di dekatnya.

Saya hanya bisa mendengar sambil sesekali menyela dengan kata-kata, "Sabar ya, saat ini kamu masih diberi cobaan,"  hanya kalimat itu yang saya sampaikan. Melihat ilustrasi di atas Mimin mengalami hubungan toxic dari suaminya.

Ilustrasi gambar: Suara.com
Ilustrasi gambar: Suara.com

Apakah itu Toxic? 

Mula-mula saya juga tidak tau apa itu toxic, namun karena ahir-ahir ini sering melintas dan berseliweran di media massa ahirnya saya mampir dan membacanya.  

Menurut laman Kapanlagi Plus - Toxic merupakan salah satu istilah gaul yang saat ini digunakan bagi seseorang dalam sebuah hubungan. Toxic merupakan bahasa Inggris yang memiliki arti racun. Label toxic ini biasa diberikan oleh seseorang untuk orang lain karena hubungan, baik hubungan pertemanan ataupun hubungan cinta.

Toxic juga diartikan sebagai sifat dan sikap kepribadian seseorang yang menyusahkan dan memberi dampak negatif pada orang disekitarnya. Jika itu suami berarti berdampak pada pasangannya atau keluarganya.

 Seperti yang terjadi pada teman saya Mimin, mungkin saat ini dia telah mengalami hubungan toxic dalam rumah tangganya. Beberapa kali dia mengadu jika dia sering selalu berselisih paham dengan suaminya.

Setiap kali merencanakan sesuatu yang berhubungan masalah keuangan selalu dia tidak mau tahu, semua dilimpahkan pada istrinya, walaupun gajinya diberikan pada istrinya, namun tak pernah lagi membahas apapun bahkan yang terkait dengan kebutuhan anak-anaknya yang masih kuliah, apakah uang cukup atau tidak.

Pada puncaknya pertengkaranpun terjadi sehingga suami akan memukulnya, akibatnya Mimin lari dari rumah karena sakit hati dengan perlakuan suami.

Saya tahu sendiri betapa sebetulnya dia masih mencintai suaminya, beberapa kali ponselnya berdering dia tidak mau mengangkatnya, namun airmata cintanya mengalir sambil menatap ponsel yang ada profil atau photo suaminya.

"Bu, sudah sebelas kali suami menelpon, tapi saya tak mau angkat", sambil terisak menandakan begitu dia menyesal membiarkan ponsel berdering, namun, sakitnya hati masih sangat terasa di pelupuk matanya yang lelah.

Bagaimana sebaiknya menghadapi orang yang menghadapi perlakukan toxic dari pasangan

Pertama, mendengar keluhannya

Seperi ilustrasi di atas Mimin dari pagi berada di rumah bercerita kejadian-kejadian yang menyulut pertengkaran.  Mimin juga menceritakan  kisahnya saat dia bahagia, bagaimana dulu suaminya memperlakukannya dengan romantis bak ratu dalam keluarganya.

Namun, jika mengomunikasikan tentang harta warisan selalu berujung pertengkaran. Saya berusaha menjadi pendengar yang baik,  curahan hatinya dapat tersalurkan dengan baik. sehingga dapat mengurangi beban batinnya yang selama ini terpendam.

Kedua, bersikap netral tanpa memihak siapapun

Sehari bercerita dari A sampai Z, mungkin jika berbentuk barang bisa berpuluh-puluh karung. Pengalaman-pengalaman yang menyakitkan selalu diceritakan berulang-ulang hingga sebenarnya saya juga hampir bosan mendengarnya. Namun demikian saya berusaha tanpa memihak apakah Mimin pada posisi yang benar atau yang salah.

Saya hanya mengatakan tindakan suami yang telah mengancam keamanan istri bisa masuk KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Namun begitu, tidak mungkin juga kita melaporkan ke Komnas Perlindungan Anak dan Perempuan.

Mimin adalah orang yang terpandang di tempat tinggalnya, kedua pasangan tersebut mempunyai pekerjaan tetap, apalagi saat ini suaminya mempunyai jabatan. Saya hanya berusaha  menampung keluhannya, agar dia merasa lebih baik dan tidak tertekan.

Ketiga, memberikan saran jika diminta

Beberapa kali Mimin meminta saran pada saya apa yang sebaiknya dilakukan, saya hanya mengatakan"Mimin harus menjalin komunikasi yang baik dengan suami". Dia mengatakan suami jarang sekali ngomong, semua hal-hal yang penting cukup di komunikasikan lewat chat atau whatsapp, dengan alasan jika melalui pembicaraan pasti berujung pertengkaran.

"Wah, bagaimana mungkin orang yang tinggal serumah berkomunikasi lewat ponsel. Raga bertatap namun lisannya sama-sama kelu".

Saya berusaha menjadi penengah yang tidak akan memasuki wilayah sensitif diantara keduanya, saya tidak mau mencampuri urusan rumah tangga orang lain, apalagi yang menyulut akar permasalahannya adalah tentang warisan.

Keempat, berusaha memaafkan dan berdoa 

Demi mempertahankan keutuhan keluarga, sebaiknya harus ada yang sumeleh atau jembar ati, artinya memberikan ruang maaf pada suami, bagaimanapun juga karena masih mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak maka sebaiknya mengalah.

Jika sama-sama ngotot merasa benar, tak akan ada kata maaf diantara keduanya, bahtera rumah tanggapun akan berujung karam. Hal itu sebaiknya dihindari, demi anak mungkin kita akan mengalah juga demi menyelamatkan rumah tangga.

Kita juga wajib berdoa memohon pada Allah SWT, agar selalu ditunjukkan pada kebenaran, agar langkahnya selalu dibimbing pada kebaikan, memohon dihindarkan pada orang-orang yang berbuat dholim.

Setelah asar saya ajak Mimim mengaji agar hatinya lebih tenang, saya mengatakan, jika hatinya sudah tenang Mimin bisa menghubungi anaknya, ahirnya setelah maghrib dia mengirim pesan agar dijemput  anaknya pulang.

Ahirnya malam itu Mimin kembali ke rumah, harapan saya dia akan baik-baik saja, kembali pada keluarga dan anak-anaknya, merenda kembali rumah tangganya agar tetap dalam suasana  sakinah mawaddah wa rahmah.

Bapak dan Ibu, mari menjadikan hidup bermakna untuk diri dan juga orang lain, jadikan bahu kita  mampu untuk bersandar orang di dekat kita,  supaya dapat memberikan rasa nyaman dan ketenangan hati.

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun