Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Cara Menumbuhkan Perkembangan Mental Anak Difabel dengan Hambatan Tunadaksa

14 Desember 2021   20:36 Diperbarui: 17 Desember 2021   03:34 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agus yusuf bersama Sekda Prov jawa Timur menghadiri pameran dalam rangka hari Disailitas nasional/Dokumentasi Agus Yusuf

Pada tulisan sebelumnya saya pernah menyampaikan tentang bagaimana kiat-kiat menjadi guru pembimbing khusus, salah satunya harus mempunyai tiket kesabaran tingkat tinggi. Ketika tiket sabar telah kita kantongi, menghadapi semua jenis karakter anak akan bisa kita layani. Termasuk di dalamnya menjumpai anak difabel dengan hambatan tunadaksa.

Memang tidak mudah membimbing peserta didik berkebutuhan khusus, namun demikian jika kesabaran telah melekat dalam keadaan apapun dan bagaimanapun, guru harus mengedepankan ketulusan dan keihlasan untuk melayani.

Terlahir menjadi anak berkebutuhan khusus atau difabel bukanlah kehendak mereka, hal ini menunjukkan bahwa Tuhan berkuasa mencipta dan memberikan predikat apapun kepada mahluknya. Semua ada hikmahnya. Guru menjadi orang tua di sekolah diharapkan dapat melayani mereka dengan kesungguhan hati.

Sebelumnya saya pernah mengulas tentang anak yang diduga mempunyai hambatan tuna grahita dan juga anak dengan hambatan dwon syndrome.

Kali ini saya akan menuliskan seseorang difabel yang sangat mengispirasi. Mungkin sebagian pembaca dan juga kompassioner telah mengenalnya.

Adalah Agus Yusuf pelukis difabel yang kondang asal kota pecel Madiun. Beliau adalah suami dari teman kompassioner yaitu Sri rahmatiah penulis buku "Kalau Berbeda Lalu Kenapa" dan buku anyarnya yang berjudul "Isyarat Cinta". Saya dan juga teman-teman EPK (Emak punya Karya) menyapanya dengan Mak Sri.

Agus kecil terlahir tanpa tangan dan hanya satu kaki, dia terus berkembang layaknya anak-anak kecil pada umumnya, bisa berjalan walau hanya satu kaki, makan, minum tanpa disuapi bahkan memakai pakaian tanpa bantuan orang lain ( buku KLBK hal 10).

Walaupun keadaannya berbeda dengan teman-temannya tidak menyurutkan niat Agus untuk bercita-cita, ingin sekolah berseragam merah putih seperti adiknya. Walaupun sebelumnya keinginan itu sempat ditolak oleh orang tuanya karena hawatir tidak diterima oleh warga sekolah, maklum zaman Agus kecil belum ada sekolah inklusi yang mengharuskan menerima peserta didik berkebutuhan khusus.

Dengan penuh semangat dan dedikasi yang tinggi Agus menjalani pendidikan dan menyesuaikan diri dengan anak-anak regular lainnya, tak hanya itu, bakat melukisnya tampak ketika kelas 5 SD, karyanya berhasil mendapat juara satu tingkat kecamatan.

Semua guru dan teman-temannya takjub melihat Agus melukis dengan mulut dan kakinya, bakat itu mulai terasah hingga SMP. Berkat bimbingan gurunya Agus sering mengikuti perlombaan dan berhasil mendapat berbagai kejuaraan.

Perjalanan Agus tidak mulus, banyak hambatan dan kerikil tajam yang mengahalau, namun kegigihannya untuk bangkit dan tidak menyerah terhadap keterbatasannya menjadikan Agus meraih cita-cita.

Menjadi penyandang difabel bukanlah halangan untuk mencapai cita-cita, jatuh kemudian bangkit dan terus berjalan menggapai cita adalah motivasi hidup yang Agus tanamkan pada dirinya.

Saat ini Agus Yusuf aktif mengikuti pameran diberbagai kota di Indonesia, juga di luar negeri antara lain di Spanyol, Winna, Negara-negara Asia, singapura, Malaysia juga Tailand, dan masih banyak lagi.

Saat ini Agus Yusuf telah berkeluarga, mempunyai istri seorang penulis dan dua orang anak yang juga berprestasi di sekolahnya. Pengalaman hidup Agus menjadi pelajaran bagi kita bahwa keterbatasan seorang difabel bukan menjadi penghalang untuk meraih mimpi dan cita-cita.

Alhamdulillah, lebaran yang lalu saya berkesempatan singgah ke rumah beliau, berkunjung sekaligus bersilaturrahmi. Beliau ramah dan care, sempat diberi hadiah hasil lukisan yang sekarang saya pajang di ruang tamu. Matur suwun Mak Sri dan juga Pak Agus, barokalloh.

Penulis saat berkunjung ke rumah Pak Agus Yusuf dan Mak Sri Rahmatiah/Dokumentasi pribadi
Penulis saat berkunjung ke rumah Pak Agus Yusuf dan Mak Sri Rahmatiah/Dokumentasi pribadi

Pengertian Difabel dengan Hambatan Tuna daksa 

Tuandaksa adalah seorang berkebutuhan khusus yang mengalami kondisi hambatan pada aspek fisik, otot, tulang dan sendi sehingga menjadi lebih terbatas pada kegiatan motorik.

Pada umumnya orang mengenal tunadaksa dengan cacat fisik dimana mereka mungkin tidak memiliki anggota tubuh yang lengkap.

Tunadaksa bisa terjadi sejak lahir maupun setelah lahir, jika saat lahir biasanya disebabkan oleh virus, infeksi, obat-obatan, maupun pola hidup yang kurang baik di masa kehamilan. Adapun setelah lahir bisa disebabkan karena terjadinya kecelakaan atau penyakit progresif yang semakin lama semakin parah.

Sebagian besar anak dengan hambatan ini mempunyai kemampuan kognitif yang sama layaknya anak-anak regular lainnya, namun begitu, karena keadaan fisiknya yang terbatas akan menimbulkan mental yang tidak stabil.

Untuk itu sebagai orang tua ataupun guru harus selalu mendampingi, mengawal serta membimbing agar tumbuh kembang anak berada dalam hal-hal yang positif.

Berikut cara menumbuhkan perkembangan mental anak difabel dengan hambatan tunadaksa.

Pertama, tanamkan rasa percaya diri.

Anak difabel adakalanya merasa rendah diri, minder, dan malu dengan keadaan dirinya. Orang tua maupun guru wajib menanamkan rasa percaya diri dengan cara menyampaikan bahwa dibalik apa yang terjadi ada hikmah yang Tuhan persiapkan untuk dirinya.

Dalam buku KBLK di tuliskan, pada usia 8 tahun Agus kecil sempat ditolak untuk bermain sepak bola dilapangan, karena teman-temannya menganggap Agus tidak bisa menendang bola, dia sempat menangis, depresi dengan keadaanya, namun berkat salah satu teman dekatnya, dia dilatih menendang bola setiap ada kesempatan bermain di rumah.

Berkat ketekunannya dia berhasil menumbuhkan rasa percaya diri bahwa tak ada sesuatu yang mustahil dilakukan jika telah mempunyai tekad yang kuat, hingga ahirnya Agus kecil bisa bermain sepak bola dengan teman-temannya di lapangan. 

Kedua, menciptakan hubungan baik di lingkungan keluarga.

Keluarga adalah bagian dari hidup kita, mereka adalah orang yang paling dekat dalam hidup kita, ayah, ibu, anak adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam nasab.

Terlahir dalam keadaan keterbatasan fisik bukanlah kehendak anak maupun orang tua, namun jika Allah berkehendak semua harus kita terima dengan lapang dan legawa.

Anak dengan hambatan ini harus diterima di lingkungan keluarga, jangan disembunyikan bahkan jangan merasa malu, karena mereka adalah titipan sang pencipta yang kehadirannya telah disiapkan kelebihan dan kekuatannya.

Ayah bunda, juga guru pembimbing khusus harus menerima bahkan menjadi salah satu patner utamanya, karena mereka akan sangat bahagia jika lingkungan keluarga dan segenap warga sekolah menerimanya dengan tulus, tanpa memandang sebelah mata.

Apalagi saat ini pemerintah telah membuka lebar penerimaan PDBK (peserta didik berkebutuhan khusus) di sekolah inklusi yang sudah banyak tersebar di berbagai kota dan desa.

Beberapa lukisan karya Agus Yusuf/Dokumentasi pribadi
Beberapa lukisan karya Agus Yusuf/Dokumentasi pribadi

Ketiga, menggali potensi atau bakat yang dimiliki anak.

Salah satu cara yang dapat menambah kepercayaan diri pada siswa berkebutuhan khusus adalah menggali potensi dan menemukan bakat yang ia miliki. Ini penting untuk dilakukan karena dengan bakat yang dimilikinya, orang tua maupun guru akan mudah mengantarkan mereka menuju cita-citanya.

Seperti yang dialami Agus, gurunya telah menemukan bakat melukisnya sejak kelas 5, sehingga sang guru dengan mudah memberikan bimbingan dan kesempatan berkarya dengan cara mengikut sertakan dalam berbagai lomba melukis.

Dari situlah Agus tampak trampil dalam mengasah kemampuannya. Bakat dan potensi yang dimilikinya mengantarkan Agus menjelajah dunia, mengikuti ajang pameran dari berbagai negara Asia.

Keempat, memberi kepercayaan pada anak

Anak adalah amanah, titipan Tuhan yang diperuntukkan untuk menyempurnakan keluarga. Kehadirannya adalah anugerah, maka jangan sekali-kali memandang sebelah mata terhadap anak tak terkecuali bagi mereka yang berkebutuhan khusus.

Agus kecil pernah meminta kepada orang tuanya untuk sekolah, namun ibunya sempat ragu, apakah dia mampu dan bisa mengikuti pelajaran layaknya anak-anak yang lain. Kehawatiran ibunya cukup beralasan, ibu mana yang tega mendengar anaknya menjadi bahan omongan teman-teman yang lain, mungkin itu yang dipikirkan, Namun keraguan ibunya perlahan berubah, ketika melihat kesungguhan Agus untuk sekolah.

Dengan memberikan kepercayaan, anak merasa bebas untuk mengaktualisasikan dirinya, anak akan merasa di hargai, dan kehadirannya bukan menjadi beban namun menambah keharmonisan bagi orang-orang disekitarnya

Kelima, dekatkan pada Tuhannya.

Keterbatasan fisik tidak menjadi penghalang orang tua maupun guru untuk mendidik dan mengenalkan Tuhannya. Jika beragama Islam maka kenalkan mereka dengan rukun Islam, salah satunya adalah kewajiban salat.

Agama menjadi pedoman dalam menghadapi hidup yang kian kompetetif, menjadi penuntun dalam bermasyarakat, hal ini sesuai dengan falsafah negara kita yaitu sila pertama pancasila, berketuhanan yang Maha esa.

Sikap relegius yang ditanamkan orang tua Agus, dapat mengantarkannya menunaikan kewajibannya sebagai seorang imam yang bertanggung jawab pada keluarganya, menjadi ringan tangan pada tetangga yang meminta bantuannya.

Tahun 2018 yang lalu Agus Yusuf memboyong istri, Ibu dan mertuanya untuk melaksanakan umrah bersama, bahkan ditahun 2023 telah mengantongi porsi pemberangkatan Haji, namun karena adanya covid jadwal ini kemungkinan mundur, ujar Mak Sri, istrinya, yang saya hubungi melalui wapri di ponsel pribadinya.

Semua ihtiyar dan kerja keras Agus Yususf membuahkan hasil. Ini bukti bahwa Tuhan Maha kuasa atas hamba-hamba pilihannya.

Bahkan dengan keterbatasannya Agus Yusuf selalu menjadi imam salat bersama keluarganya. Istrinya yang salihah telah menyiapkan kursi di mushalla tempat mereka melakukan salat berjamah.

Ini menunjukkan betapa nilai agama harus ditanamkan sejak dini sehingga ketentraman batin akan mudah didapatkan, kebahagiaan akan selalu terpancar bagi orang-orang yang selalu dekat dengan Tuhannya.

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.

Sumber ;meenta.net/

  • Buku "Kalau Berbeda Lalu kenapa"oleh Sri Rahmatiah
  • Wawancara lewat wapri dengan Istri Agus Yusuf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun