Ini yang mau kuceritakan.
Di saat itu, informasi tentang beasiswa dan kuliah di luar negeri tak bisa diakses semudah sekarang. Informasi itu ada tapi it’s not just one click away. Belum ada google yang bisa membantu.
Maka kuhubungi seorang kawan yang sedang kuliah pasca sarjana di luar negeri, meminta informasi. Kawan ini, memperkenalkanku pada seorang kawannya lagi, teman kuliahnya.
Dan begitulah, aku mengobrol dengan teman kuliah kawanku itu. Meminta informasi tentang beasiswa dan kuliah di luar negeri. Percakapan kami ternyata nyambung. Dimulai dari pembicaraan tentang beasiswa dan kuliah, pembicaraan itu lalu melebar kesana- kemari dan  tak dinyana tak diduga, lalu ternyata berujung pada percakapan tentang.. pernikahan.
Iya, benar.
Tanpa diduga, kami lalu saling jatuh cinta. Â
Pada sosok teman kuliah kawanku inilah kutemukan ‘paket’ yang kucari. Seorang lelaki cerdas, berwawasan luas, rendah hati dan sederhana.
Entah apa yang dilihatnya pada diriku yang ya begitulah, kadang beres kadang tidak itu, ha ha.. tapi lelaki itu kemudian meminangku menjadi istrinya. Dengan cara yang sederhana, tanpa terlalu banyak kata, tanpa banyak janji yang muluk melambung, tapi menunjukkan dengan nyata selama tahun- tahun pernikahan kami bahwa dia memang lelaki baik. Suami yang baik. Ayah yang baik.
Yang memudahkanku bicara pada putri kami, “ Jika ingin melihat contoh lelaki baik, lihatlah Bapakmu. “
***
Aku percaya bahwa doa- doa yang kulantunkan selama puasa Senin Kamis dan Shalat Hajat tanpa putus selama tiga tahun lebih itu naik menembus langit, membuat Dia yang Maha Pengasih membukakan jalan bagiku untuk bertemu lelaki (calon) suamiku itu.