Jawaban yang oleh ibuku selalu dijawab dengan, “ Nah tapi teman- temanmu itu pintar- pintar semua, kan? Jadi tinggal pilih salah satu saja dari mereka saja, dong.. “
Hmmm.
Ibuku benar. Para teman lelaki yang sehari- hari bergaul denganku itu memang pintar- pintar. Jadi aku sendiri bingung, bagaimana menjawab komentar ibuku itu. Ha ha.
Sebab ternyata seperti apa keinginanku itu memang tak semudah itu digambarkan dalam kata- kata.
Aku sendiri baru menyadari kelak, di kemudian hari bahwa “yang pintar” seperti yang sering kuucapkan itu itu ternyata bukan semata bermakna dua kata sederhana. Sebab, yang kucari ternyata adalah orang yang (sangat) pintar, tapi rendah hati. Yang kucari adalah orang dengan wawasan sangat luas, berpandangan maju, tapi sederhana. Dan lelaki dengan karakteristik seperti itu tak bisa ditemukan di setiap pojok jalan.
Jadi, bagaimana caranya akhirnya kutemukan dia?
Ini pertanyaan yang jawabannya cuma satu: Tuhan yang mempertemukan kami, dengan cara yang tak disangka- sangka.
***
Kerumitan menemukan Mr. Right pada suatu hari membawaku pada kesimpulan ini: jika itu ternyata begitu rumitnya menurut pendapatku, maka mari serahkan saja urusan itu pada Dia Yang Maha Tahu.
Jika aku tak tahu, jika pandanganku terbatas, maka aku yakin Dia bisa menunjukkan padaku, dan bisa mengatur semua itu untukku. Maka, ada suatu titik dimana aku memulai hal itu. Merajinkan puasa Senin Kamis dan Shalat Hajat secara teratur.
Itu bukan pertama kali kulakukan, puasa dan shalat hajat semacam itu. Aku memang biasa melakukannya jika menghadapi hal- hal penting, besar atau berat. Saat menghadapi ujian sekolah, saat sudah lulus dan mencari pekerjaan, itulah yang kulakukan.