“ Itu ngajarin begitu, seakan- akan perempuan itu bisa disogok semata dengan kebendaan, ya Dee ? “ kata Kinanti.
“ Itu dia, “ komentar Dee. “ Konon, teknik itu akan berhasil sebab perempuan percaya pada janji lelaki. Konon perempuan yang ditaksir akan meleleh begitu saja jika ada lelaki yang bicara begitu padanya. Masa’ iya begitu, sih? Nggak percaya aku. Itu dangkal betul. Seakan- akan perempuan nggak cukup cerdas dan punya akal sehat aja untuk memilah mana yang gombal, artifisial, mana yang tulus dan masuk akal. “
Untuk kesekian kali, Kinanti terbahak.
Dia paham apa yang dikatakan Dee. Kinanti, seperti juga Dee, bukan penggemar hal- hal yang artifisial. Yang semata menyentuh kulit. Mengatakan bahwa jika lelaki menunjukkan foto rumah bagus, menjanjikan kelak mereka akan memiliki kebun kelapa sawit lalu perempuan akan meleleh itu betul- betul teknik artifisial. Menyentuh kulit, bukan isi.
Oh benar, perempuan, tentu saja akan senang jika diajak membicarakan tentang masa depan. Bicara tentang rumah, dan hal- hal “yang akan kita jalani bersama kelak”.Tapi perlu dipahami bahwa, pembicaraan semacam itu sebetulnya bukan semata tentang rumah bagus atau soal kebendaan.
Bukan itu. Kecuali mungkin bagi sebagian perempuan yang memang sejak awal ingin menikah dengan lelaki karena hartanya.
Perempuan senang membicarakan tentang “rumah kita kelak” karena ada satu hal yang lebih penting dibanding sekedar rumah tersebut sendiri, yakni bahwa kelak dia akan melewati hari- hari bersama lelaki yang dicintainya. Jadi itu bukan semata urusan rumah bagus, kebun sawit, kapal pesiar, atau harta benda lain. Maka, tak perlu gombalan menunjukkan foto rumah-mewah-entah-milik-siapa itu. Pembicaraan tentang masa depan, alih- alih tentang kebendaan, sebenarnya inti utamanya justru tentang lelaki tersebut sendiri.
Pembicaraan tentang “rumah kita kelak” hanya akan melelehkan hati perempuan, jika sejak awal perempuan tersebut memang juga ada hati pada si lelaki yang mengatakannya. Jika tidak, pembicaraan seperti itu tak akan berujung kemana- mana. Bisa jadi, perempuan tersebut malah akan menjauh sesudahnya – jika yang bicara itu bukan lelaki yang juga dicintainya.
“ Yang penting emang siapa yang ngomong, ya Dee.. “ kata Kinanti dibalik tawanya.
Dee mengangguk.
Ya, yang penting, dan terpenting, memang justru sosok lelaki yang mengajak bicara tersebut. Bukan bendanya.