Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Mesti Jajan?

4 Oktober 2015   18:58 Diperbarui: 4 Oktober 2015   19:39 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Bawa bekal, atau makan di rumah, jarang beli... "

OH.

Aku menatap pesan yang baru saja masuk ke telepon genggamku. Setengah senang, setengah terharu.

Kalimat itu adalah kalimat jawaban dari anakku. Remaja lelaki berusia enam belas setengah tahun, mahasiswa tingkat pertama di fakultas teknik.

Dia kuliah di luar kota, dan karenanya kutanyakan padanya, dimana dia biasanya makan siang. Dan begitulah jawabannya: bawa bekal, atau makan di rumah, jarang beli.

Dari percakapan selanjutnya kudapati cerita, jika siang ada jeda kuliah, dia biasa pulang dulu untuk makan. Jika tidak ada jeda, dibawanya bekal nasi dan lauk dari rumah. Anakku ini, beserta kakaknya, kini kuliah di kota dimana ibuku tinggal. Maka mereka tinggal di rumah ibuku.

Ah, masih juga rupanya, pikirku.

Kebiasaan yang dipupuk sejak kecil, rupanya memang tertanam kuat pada anak- anak.

Walau, sungguh, bagiku, mengharukan sekali melihat seorang remaja laki- laki dengan tenangnya memilih untuk tetap membawa bekal makan siang dari rumah. Tidak malu, tidak gengsi.

***

Dan itulah pasal utamanya.

Itulah salah satu faham dasar dibalik "kenapa mesti jajan?" yang dulu kami ajarkan pada anak- anak saat mereka masih kecil.

Yaitu, tak perlu malu untuk melakukan sesuatu yang dianggap benar, walaupun hal itu berbeda dengan kebanyakan orang lain di sekitar kita.

Saat anak- anak duduk di bangku Sekolah Dasar, ada aturan di sekolahnya bahwa murid kelas 1 dan 2 SD dilarang membawa uang ke sekolah. Murid kelas 3 SD ke atas, diijinkan membawa uang dan jajan di kantin.

Lalu, suatu hari, saat anak sulungku kelas 2 SD, kudengar salah satu temannya nyeletuk, " Ih asyik, sebentar lagi kelas 3, boleh bawa uang jajan... "

Kalimat yang oleh teman- temannya ramai- ramai disahuti, " Iya ya... Asyik... Boleh jajan... "

Opppssss...

Saat kudengar itu, baru kusadari sepertinya ada yang keliru. "Boleh", rupanya oleh anak- anak itu diartikan sebagai "hak", dan dinanti- nanti.

***

Membawa uang jajan ke sekolah, tak termasuk hal yang aku minati untuk diajarkan pada anak- anak. Bagiku, lebih baik repot sedikit menyediakan bekal makan dari rumah, yang jelas lebih terjamin kebersihan dan gizi-nya daripada membawakan uang jajan.

Maka, beberapa bulan sebelum anak sulungku naik ke kelas 3 SD, sudah kumasukkan pemikiran itu ke kepalanya, " Nanti, walaupun sudah kelas 3, tetap bawa bekal dari rumah saja yaaa... Nggak usah jajan. Lebih bersih, enak juga kan ? "

Sebab sudah sering dibicarakan, saat anakku itu naik ke kelas 3 SD, tak ada lagi pertanyaan darinya ketika alih- alih uang saku, tetap bekal makan dan minum dalam kotak dan botol yang diperolehnya setiap hari.

Kebiasaan untuk membawa bekal makan dari rumah itu lalu menurun dari anak sulungku pada kedua adiknya.

Bukan hanya saat SD, tapi terbawa terus hingga mereka besar.

Sampai SMP, lalu SMA, dan kini ternyata juga, saat mahasiswa. Walau makin besar, makin sedikit teman- teman mereka yang membawa bekal dari rumah.

Padahal, kami juga melonggarkan sedikit demi sedikit aturan kami. Jika saat SD dulu anak- anak sama sekali tidak kami beri uang saku, demikian juga hanya uang sekedar cukup untuk uang transport yang kami berikan saat mereka SMP, waktu SMA, uang transport itu kami lebihkan sedikit, kalau- kalau mereka ingin atau perlu membeli sesuatu, termasuk makanan atau minuman.

Tetap saja, hampir tak pernah hal itu mereka lakukan sebab mereka memilih membawa makanan dan botol minum dari rumah.

Kini saat mereka sudah mahasiswa, kami cukupkan uang saku mereka. Sebab tentu saja kami paham, anak- anak remaja, kadangkala ingin pergi keluar dengan teman- temannya. Maka kami pastikan agar uang saku mereka, walau tak sangat berlimpah, pastilah juga tidak bisa dibilang mepet.

Yang terjadi, walau ada kelonggaran uang saku, kulihat anak- anakku itu, yang dibeli ternyata malah buku. Novel dan sebangsanya. Atau paling- paling, mereka pergi ke supermarket, membeli snack yang lalu... dimakan di rumah lagi sembari belajar atau nonton TV.

Sejujurnya, aku terharu, sekaligus senang, melihat mereka bersikap cukup sederhana seperti itu.

Hari gini, jadi remaja yang sederhana, tak semudah itu. Godaan banyak. Faham hedonisme digaungkan dan terlihat dimana- mana. Konsumerisme seperti sudah menjadi hal biasa.

Maka sungguh, aku senang melihat mereka bisa memilih gaya mereka sendiri.

Aku senang bahwa mereka tetap ceria, kadangkala iseng, bandel, lucu dan beragam sikap keremajaan mereka tetap tampak, tapi mereka juga ajeg, tidak sekedar terbawa arus kesana kemari.

Mereka tahu apa yang mereka mau dan bisa memilih jalan mana yang ingin mereka tempuh. Tak perduli apakah ada banyak orang lain yang memilih jalan yang sama, atau mereka harus menempuh jalan itu sendiri, mereka memiliki cukup kepercayaan diri dan kekuatan hati untuk menjalani.

Membawa bekal makanan ke kampus itu contoh kecil. Ada banyak hal yang lebih prinsip lain yang aku tahu mereka juga jalankan, yang menunjukkan faham yang sama: jika yakin itu benar, lakukan saja, tak perlu malu. Tak perduli orang lain melakukan itu juga atau tidak.

Sungguh, tentu saja kami, aku dan suamiku, bukan orang tua yang sempurna. Ada banyak kekurangan kami saat membesarkan anak- anak. Tapi melihat bagaimana anak- anak tumbuh sekarang, walau tak sempurna, rasanya sih, we're still on the right track...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun