Walau dia sendiri sering tercengang-cengang, tapi dia sabar.
Saat itu, kedua anak tertuaku, si sulung dan anak nomor dua ini belajar main keyboard. Gurunya yang datang ke rumah seminggu sekali.
Berbeda dengan si sulung yang tertib, anakku yang nomor dua ini memang ada-ada aja.
Dia masih TK, usia lima tahun, ketika pertama kali diajari membaca not balok oleh guru musiknya ini. Dan alih-alih mau duduk di kursi, dia seringkali malah masuk ke kolong meja makan sambil main mobil-mobilan. Katanya pada guru musiknya, "Kakak ngomong aja di situ, aku dengerin. Di sini "
Dalam banyak waktu, anakku ini tetap tidak mau keluar dari kolong meja saat guru musiknya itu meminta dia mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan pelajaran not balok itu di kertas. Katanya, "Sini kak, kertas dan pensilnya kirim ke kolong sini, aku kerjain di sini. "
Gurunya, tentu saja bicara padaku tentang hal itu. Aku, yang sudah tahu anakku ini memang yaaa begitulah itu, cuma nyengir dan bertanya, "Tapi dia mau ngerjain? Nggak mogok?"
Guru musiknya mengatakan tidak. Anakku tidak mogok, dan hasil pekerjaannya juga benar. Maka aku katakan, ya sudah, biar saja kalau begitu dia mengerjakannya di kolong meja, tak perlu dipaksa untuk duduk manis di kursi.Â
Les musik ini berjalan beberapa tahun. Guru musiknya tak lagi heran dengan kelakuan nyeleneh anakku. Termasuk ketika pada suatu hari kedua anakku diminta tampil dalam sebuah konser musik.
Si sulung, rapi dan tertib seperti biasa. Dia berangkat dengan membawa buku musik dimana lagu yang akan dimainkannya ada di dalamnya.
Anak nomor dua ini, ketika diingatkan untuk membawa bukunya malah menjawab, "Nggak usah, buat apa?"