Ayahnya tergesa- gesa bangkit dari tempat duduknya menuju toilet dimana anaknya terkunci.
Ada sedikit kerumitan dalam hal ini sebab anaknya perempuan. Maka ayah yang santun ini menahan diri tak serta merta menyerbu ke dalam namun mencari pertolongan.
Saat itu ada peserta test lain yang juga remaja putri ada di dekat toilet itu. Maka sang ayah ini meminta bantuan pada remaja putri tersebut untuk mendorong pintu toilet putrinya dari luar. Tak semudah itu. Pintu itu akhirnya baru bisa terbuka setelah didobrak -- didorong keras -- oleh dua orang remaja putri, tak bisa hanya oleh seorang saja.
Untungnya, sang anak walau sempat ada insiden terkunci dalam toilet ini dapat melalui testing itu dengan baik. Dia diterima. Sang ayah belakangan tertawa- tawa menceritakan hal ini dan mengomentari bahwa mungkin anaknya diterima sebab adrenalinnya terpacu saat dia terkunci di dalam toilet jadi bisa mengerjakan soal test dengan baik.
Oh.. please deh, komentarku saat mendengar cerita itu. Aku sendiri tak akan memilih opsi terkunci di toilet untuk memacu pikiran dan semangat anak agar lulus test masuk perguruan tinggi. He he he.
***
Kalau anak temanku terkunci di toilet, anakku lain lagi kisahnya.
Masih berhubungan dengan toilet, dan yang ini, kalau dipikir- pikir sekarang... sebetulnya seperti agak mengada- ada, hahaha. Tapi sejujurnya, saat mengusulkan hal tersebut pada anakku saat dia mengikuti testing SBMPTN itu, aku serius, tidak sedang lucu- lucuan, dan saat itu tak pula berpikir bahwa hal tersebut mengada- ada dan berlebihan. Aku menganggapnya kebutuhan, jaring pengaman. Ha ha.
Jadi begini...
Sehari sebelum testing, aku mengantarkan anak lelakiku yang baru lulus SMA itu mengecek lokasi testing.
Dia mendapatkan lokasi test di sebuah SMP Negeri di kota kami. Ruangan yang didapatnya di lantai dua.