Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

SBMPTN, Cerita di Balik Layar: Terkunci di Toilet dan Botol Kosong

29 Juli 2015   19:51 Diperbarui: 22 Oktober 2015   20:23 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini cerita di balik layar tentang SBMPTN, Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

HASIL seleksinya sudah diumumkan tanggal 9 Juli yang lalu. Namun diantara para orang tua, cerita dan berita belum berhenti beredar.

Sebab disamping melalui SBMPTN dan SNMPTN ( jalur undangan, tanpa testing ), kursi di perguruan tinggi negeri bisa juga diraih dengan melalui test- test mandiri di perguruan tinggi negeri masing- masing itu.

Maka hingga kini kami para orang tua masih tetap memantau perkembangan dan bertukar cerita tentang test- test itu. Bersyukur setiap kali mendengar anak seorang kawan, atau kawan dari anak kami sudah diterima dan mendapatkan tempat di perguruan tinggi ini atau anu. Turut prihatin dan berdoa serta memberi semangat pada anak para kawan atau kawan anak- anak kami yang masih harus berjuang mengikuti testing lewat jalur yang masih tersedia.

Bagi para orang tua yang anaknya sudah diterima, cerita- cerita yang dipertukarkan nuansanya menjadi lebih rileks dan kadang- kadang juga diselingi tawa. Ada banyak kejadian yang dulu menjelang testing membuat stress yang jika dipercakapkan setelah test berlalu, apalagi setelah sang anak diterima, bisa diceritakan sambil tersenyum...

***

Seorang kawan, menceritakan tentang bagaimana kehebohan dia dan istrinya saat berbagi tugas mengantar kedua anak mereka yang mengikuti testing.

Dua. Terbayang kan keriuhannya.

Satu anak yang testing dalam keluarga saja sepertinya ada banyak energi tercurah kesana. Ini dua pula.

Dua sebab anak yang ke-2 dalam keluarga tersebut mengikuti kelas akselerasi yang pada akhirnya membuat sang adik yang anak kedua ini menjadi sama level sekolahnya dengan kakaknya.

Yang terjadi, saat SBMPTN kemarin, ternyata lokasi testing kakak dan adik itu berjauhan!

Maka ibu mengantar yang satu, ayah mengantar yang lain.

Rencana dibuat. Tahu sendiri Jakarta di pagi hari, macet dimana- mana. Mereka merancang di pagi hari saat test itu akan berangkat jam berapa, lewat mana, agar tak terjebak macet yang akan menyebabkan anaknya tiba terlambat di tempat testing.

Tapi lalu lintas Jakarta sekarang memang sulit diprediksi. Rencana tinggal rencana, pagi itu masih berjarak 1 KM jauhnya dari lokasi testing jalan yang dilalui ayah dan anak ternyata macet sementara waktu test sudah mepet. Temanku akhirnya meminta sang anak turun dari mobil dan mencari ojek saja, melanjutkan perjalanan dengan ojek sampai ke tempat test agar tak terlambat.

Namun di tengah kemacetan itu, mencari ojeg juga bukan perkara mudah. Sang anak tak langsung mendapatkan ojeg tapi harus berjalan kaki agak jauh sampai (akhirnya) bertemu juga dengan ojeg yang membawanya meluncur ke tempat testing.

Anak kawanku terselamatkan. Di menit- menit terakhir menjelang bel tanda test akan dimulai, dia tiba di lokasi testing. Duh, lega deh...

***

Kehebohan yang terjadi bukan hanya tentang kemacetan.

Ada cerita lain juga. Seorang kawan yang lain mengantarkan anaknya untuk ikut seleksi mandiri di sebuah Universitas. Sebab jauh dan jalanan juga macet, dia yang tadinya berniat akan mengantar dan menjemput kembali anaknya seusai test merubah rencana. Dia tidak pulang tapi menunggui anaknya di lokasi testing.

Sang anak mendapat tempat di lantai dua sebuah gedung di universitas tersebut, sementara ayahnya duduk menanti di bangku taman di universitas itu.

Dan ketika sedang duduk- duduk itulah, sang ayah menerima SMS yang agak terlambat dia baca. SMS dari anaknya, bahwa... sang anak terkunci di toilet!

Waduh.

Ayahnya tergesa- gesa bangkit dari tempat duduknya menuju toilet dimana anaknya terkunci.

Ada sedikit kerumitan dalam hal ini sebab anaknya perempuan. Maka ayah yang santun ini menahan diri tak serta merta menyerbu ke dalam namun mencari pertolongan.

Saat itu ada peserta test lain yang juga remaja putri ada di dekat toilet itu. Maka sang ayah ini meminta bantuan pada remaja putri tersebut untuk mendorong pintu toilet putrinya dari luar. Tak semudah itu. Pintu itu akhirnya baru bisa terbuka setelah didobrak -- didorong keras -- oleh dua orang remaja putri, tak bisa hanya oleh seorang saja.

Untungnya, sang anak walau sempat ada insiden terkunci dalam toilet ini dapat melalui testing itu dengan baik. Dia diterima. Sang ayah belakangan tertawa- tawa menceritakan hal ini dan mengomentari bahwa mungkin anaknya diterima sebab adrenalinnya terpacu saat dia terkunci di dalam toilet jadi bisa mengerjakan soal test dengan baik.

Oh.. please deh, komentarku saat mendengar cerita itu. Aku sendiri tak akan memilih opsi terkunci di toilet untuk memacu pikiran dan semangat anak agar lulus test masuk perguruan tinggi. He he he.

***

Kalau anak temanku terkunci di toilet, anakku lain lagi kisahnya.

Masih berhubungan dengan toilet, dan yang ini, kalau dipikir- pikir sekarang... sebetulnya seperti agak mengada- ada, hahaha. Tapi sejujurnya, saat mengusulkan hal tersebut pada anakku saat dia mengikuti testing SBMPTN itu, aku serius, tidak sedang lucu- lucuan, dan saat itu tak pula berpikir bahwa hal tersebut mengada- ada dan berlebihan. Aku menganggapnya kebutuhan, jaring pengaman. Ha ha.

Jadi begini...

Sehari sebelum testing, aku mengantarkan anak lelakiku yang baru lulus SMA itu mengecek lokasi testing.

Dia mendapatkan lokasi test di sebuah SMP Negeri di kota kami. Ruangan yang didapatnya di lantai dua.

Saat mengantar itu, aku bukan hanya mengecek ruangan tempat testingnya tapi juga mengecek toiletnya. Toilet ternyata ada di lantai satu. Toiletnya lumayan bersih dan ada beberapa buah. Tapi, terpikir olehku, bagaimana jika pada saat bersamaan peserta testing yang ratusan orang itu perlu ke toilet?

Jeda antara dua jenis test yang diujikan hari itu hanya setengah jam.

Aku berhitung. Kelas tempat anakku testing ada di lantai dua. Dia akan perlu waktu untuk bisa mencapai toilet di lantai satu. Dan masih perlu menyiapkan pula sejumlah waktu tertentu untuk kembali dari toilet ke kelas. Artinya, setengah jam itu tidak penuh.

Jika toilet kosong, tak masalah. Kalau antri?

Dan jika antrian panjang... bagaimana? Kalau sampai tak kebagian toilet saat jam istirahat lalu kembali ke kelas menahan keinginan buang air kecil, bisa buyar konsentrasinya saat testing.

Maka... kupikirkan solusi yang (saat itu siiihhh... ) tampak cemerlang. Ha ha ha.

Kukatakan pada anakku, bocah lanang itu, untuk membawa botol bekas Aqua kosong di dalam tas-nya.

Iya, botol Aqua kosong.

Buat apa?

Ini lho...

Kukatakan pada anakku, jika terpaksa, kalau toilet penuh sementara waktu mepet, di depan ruang- ruang toilet itu kan ada koridor yang masih bagian dari ruangan toilet dimana wastafel berada. Kukatakan pada anakku, jika terpaksa, dia pipis saja di koridor itu. Cari tempat di sudut, lalu gunakan botol itu sebagai tempat penampungan dan setelah itu, buang ke tempat sampah.

Perkara bawa-botol-kosong -saat-testing itu menjadi bahan bahasan setengah geli setengah "ampun deh, ibu memang ada- ada saja" antara dia dan kakaknya. Entah dia setuju dengan idenya atau mungkin sekedar takut kualat jika melawan titah ibunda saat hendak testing jangan- jangan dia tidak diterima pula di perguruan tinggi yang diinginkannya, tapi anakku menurut. Botol kosong itu dibawanya. Hahaha. 

Maka begitulah. Pada hari testing itu, diantara pensil 2 B, penghapus, kartu tanda pengenal testing di ransel anakku ada pula botol Aqua kosong itu untuk cadangan jika toilet penuh. Hahahahaha.

Botol itu akhirnya tak terpakai, sebab saat test hari itu, anakku tidak perlu ke toilet.

Tetap saja, aku sih mengatakan padanya, " Iya nggak apa- apa.. Baguslah kalau nggak perlu. Tapi kalau kepepet, botol kosong itu bisa jadi penyelamat lhoooo... "

Ahahahaha.

Duh. Ada-ada saja, ya?

Untunglah, anakku juga berhasil menembus SBMPTN. Dia diterima di pilihan pertama-nya, jurusan dan perguruan tinggi yang menjadi cita- citanya. Maka, at least, cerita tentang botol kosong itu kini bisa diceritakan sambil tertawa- tawa. Agak lebay, konyol dan mengada- ada... tapi... sudahlah, namanya juga ibu- ibu yang sedang stress sebab anaknya mau testing, ya begitu itulah yang terjadi. Yang penting, anaknya diterima, kan? Hehehehehe...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun